Home » , , » Sowan Lebaran 1436 H

Sowan Lebaran 1436 H

Written By BAGUS herwindro on Dec 27, 2015 | December 27, 2015

Alhamdulillah, hari Rabu kemarin tanggal 23 Juli 2015, Gusti Allah telah memberikan kesempatan, kemauan dan kemampuan untuk sowan kepada Beliau, Ayahanda Ruhani kita, Syaikhina wa mursyiduna wa murobbi ruhina Syaikh Charir Muhammad Sholahuddin Al Ayyubi bin Syaikh Abdul Djalil bin Syaikh Mustaqiem bin Husein.

Kala itu yang berangkat dengan tanggal yang sama dari kelompok Ketintang Surabaya yaitu saya sendiri, Pak Ibnu Sikit, Pak Mudiono dan ibu, Pak Sofa Dwi Purnomo, Cak Fayzun D. Syahrial, Cak Fathon Reza Gamal, Cak Nanang Wahyu Riyono, Cak Dedy Irawan, Kang Mamat Rahmat dan Ning Nurliasari, juga Ibu Narulita Puspitasari dan putra putrinya, serta Ibu Pratiwi. Meskipun tidak berangkat secara bersamaan, alhamduliullah dapat masuk Pondok dengan waktu yang relatif bersamaan yaitu sekitar pukul 09.30.

Alhamdulillah begitu masuk dapat langsung salim dengan Yai Mursyid, sekilas memandang wajah Beliau dan langsung mencium punggung telapak tangan – telapak tangan – punggung telapak tangan Beliau. Di setiapnya, sebagaimana yang lalu-lalu, saya pribadi selalu merasakan sebuah kesejukan yang membasuh jiwa, getar-getar aneh menjalari rahsa saya. Seketika itu merasakan diri ini begitu hinanya, begitu zhalim dan kufurnya di hadapan Gusti Allah, namun seketika itu juga merasakan syukur yang tak terhingga, sebab DIA, Allah, telah memberikan pertolongan yang luar biasa dengan menutup segala kehinaan yang melekat pada diri saya dengan di-gandol-kan dalam dekapan ruhani Yai Mursyid. Didikannya, panduan serta perlindungannya sering mewujud nyata dalam rahsa saya di sepanjang perjalanan yang saya lalui selama ini.

Saya rasa Panjenengan semua pun mengalami apa yang saya rasakan, meskipun dalam intensitas rahsa dan pemaknaan yang berbeda-beda.

Sebagaimana biasanya pula, para tetamu dan juga kami semua dipersilahkan duduk di ruang tengah yang terletak di belakang musholla Pondok. Sudah tersaji berderet-deret berbagai jajanan dalam wadah toples gelas berbentuk tabung. Sesaat kemudian suguhan minuman sirup pun disajikan. Sirup warna hijau dalam gelas kaca kecil. Tak menunggu lama, sajian makan pun telah hadir di hadapan kami semua. Sepiring soto dengan suwiran daging ayam dipadu mie suun dan irisan wortel. Kerupuk rambak di atasnya, menambah sedapnya sajian yang saya rasakan di lidah sayah. Alhamdulillah, sajian yang luar biasa, penuh keberkahan karena disajikan dalam balutan welas asihnya Yai Mursyid dan dimasak dengan kualitas tirakat yang luar biasa di mana selalu diiringi dzikir dan diserta kondisi yang selalu dalam keadaan wudhu.

Menurut informasi dari Kang Wasik, tak kurang dari 2.000 tamu per hari yang sowan ke Pondok Peta selama open house Lebaran. Apalagi kalau H+7 saat Lebaran Ketupat, tamu yang datang sowan bisa sampai 7.000 orang. Suatu hal yang sangat luar biasa bagi saya. Bukan hal yang mudah untuk mengelola berbagai hal dalam rangka memuliakan tamu yang datang terutama dalam hal mempersiapkan suguhannya. Perlu kesiapan bahan mentah, bahan pendukung, tenaga yang memproses masakannya, tenaga penyaji dan tenaga pembersih yang semua itu harus terkoordinasi dengan baik. Perkiraan waktunya / timingnya pun harus tepat. Itu setiap hari. Bagaimana pula saat H+7, berapa banyak ketupat yang harus disiapkan ? Berapa rupiah untuk itu, berapa bayak waktu dan tenaga yang tersita untuk hal itu ?

Pernahkah kita memikirkan kesibukan Pondok dalam momen-momen seperti itu atau pun momen yang lain saat para tamu berdatangan sowan ? Pernahkah kita tergerak untuk membantu meringankan semua hal itu ?

Kalau saya pribadi, jujur, saya tidak pernah memikirkannya sama sekali. Yang ada di pikiran saya cuma bagaimana saya bisa sowan bertabarruk atau ngalap barokah yang tentu saja untuk kepentingan pribadi saya.

SAYA SOWAN UNTUK MELAYANI DIRI SAYA SENDIRI.

Astaghfirullah, nyuwun duko ingkang katah Yai. Panjenengan itu Guru Mursyid kami, tapi malah Panjenengan yang memuliakan kami, melayani dan menjamu kami. Welas asih Panjenengan tak habis-habis, segala derita kami Panjenganlah yang mengkaliskan dan Panjenengan jugalah yang paling memikirkan keselamatan hidup kami dunia akhirat, namun sebaliknya kami masih sangat sering abai atas dawuh Panjenengan dengan berbagai alasan udzur yang ada pada diri kami.

.:: laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum 'aziizun 'alayhi maa 'anittum hariishun 'alaykum bilmu/miniina rauufun rahiim, fa-in tawallaw faqul hasbiyallaahu laa ilaaha illaa huwa 'alayhi tawakkaltu wahuwa rabbu l'arsyi l'azhiim ::.

------------

Tibalah kemudian kesempatan untuk ke sarean untuk doa tahlil yang dipimpin oleh Abah Sikit. Setelahnya, sebelum masuk waktu adzan dhuhur ternyata keluar lagi satu suguhan dari Pondok, yaitu sepiring bubur merah dan putih.

Bagi saya bubur itu merupakan nasihat untuk terus menerus mudik ke asal muasal kita semua yang sekaligus menjadi tujuan akhir dari perjalanan kehidupan ini (sangkan paraning dumadi) yaitu Gusti Allah. Bubur merah dan putih merupakan symbol asal kejadian jazad kita, yaitu melalui perantaraan ibu (bubur merah) dan ayah (bubur putih). Kalu kita telusuri terus kejadian dari ibu dan ayah kita berasal dari nenek dan kakek kita dan demikian setrusnya ke belakang sampai manusia ciptaan pertama. Itu jazad kita. Bagaimana dengan ruh yang menghidupi jazad ini ? Ya tentunya dan pastinya semua berasal dan akan kembali pada Gusti Allah.

Sebagaimana susunan alam semesta yang di tiap bendanya selalu mengorbit ke pusat gravitasinya masing-masing dan demikian seterusnya sampai pada pusat gravitasi terkuat di alam semesta yang mungkin itu adalah Arsy-nya Allah, maka ruhani kita pun kira-kira demikian. Harusnya kesadaran ruhani kita harus mengorbit ke pusat gravitasi terdekat kita yaitu Guru Mursyid kita, agar kita juga ikut katut mengorbit ke kesejatian hidup kita, yaitu Allah, hingga nantinya dapat mudik dengan selamat.

------------

Setelah melaksanakan shalat Dhuhur berjamaah di mushola Pondok, tibalah saatnya untuk berpamitan. Kalau bisa jangan pernah lupa untuk hurmat pada Yai Mursyid dengan apa yang sudah dikaruniakan Allah pada kita.


Alhamdulillah saat pulang saya bisa nyuwun “garam cinta” pada Kang Wasik buat bekal perjalanan yang biasanya banyak hal-hal tak terduga di sepanjangnya.

Wis ngono wae.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger