DALAM atau LUAR ?

Written By BAGUS herwindro on Sep 2, 2015 | September 02, 2015

Kebenaran itu memang pahit untuk disampaikan, tetapi terpaksa saya sampaikan kepada Panjenengan semua, meski nanti akhirnya Panjenengan semua akan percaya atas apa yang saya sampaikan. Ini tentang ketampanan saya.

Begini bro….

Dulu banyak kaum hawa yang kalau dekat dengan saya biasanya langsung jatuh cinta, mereka juga bilang bahwa bukan masalah wajah saya yang tampan, namun karena cinta merekalah yang membuat wajah saya tampan. Wow…. Luar binasa bukan ? Tetapi itu bukan kenyataan sebenarnya, sebab tanpa cinta mereka pun wajah saya memang tampan. Meskipun tidak fotogenik namun setidaknya fotoklenik lah…

----------

Dari dulu, kebiasaan berpikir mendalam sering saya lakukan saat berada di jalan. Saat inderawi saya merespon semua informasi tentang kondisi lalu lintas yang harus saya hadapi, saat itu juga bagian lain dari kesadaran saya biasanya berpikir mendalam tentang suatu hal.

Demikian juga pagi ini, saat saya mengantar si mBak, mbarep saya, sekolah. Saat  Surabaya mulai menggeliat dari tidur lelapnya, saat mentari mulai mendharmakan sinarnya lagi, saat kesegaran udara menelusup di setiap pori tubuh saya dan saat kebanyakan orang bergegas bahkan terburu-buru memacu tunggangannya masing-masing ke tempat yang dituju, saya jadi berpikir dan timbul pertanyaan dalam benak saya bahwa sebenarnya semua peristiwa, segala kejadian dan seluruh fenomena itu terjadinya di luar diri saya atau di dalam diri saya ya ?

Dalam ilmu fisika kita belajar tentang cahaya, tentang range frekuensi cahaya tampak maupun yang tak tampak oleh mata telanjang kita. Seperti warna hijau pada suatu benda misalnya, sebenanrnya “hijau” tersebut adalah kesepakatan nama untuk benda yang memancarkan gelombang pada frekuensi tertentu yang kemudian direspon oleh sreseptor syaraf-syaraf penglihatan kita sehingga kita melihatnya tampak “hijau”. Lalu bagaimana respon mereka yang buta warna ? Tentunya warna hijau tersebut akan ditangkap sebagai warna abu-abu. Mana yang benar ?

Kata orang saya hot, sebab saya penggemar pedas. Makan cabai lima biji masih dalam kategori sedang kepedasannya menurut saya. Namun bagi orang yang lain, mungkin baru menggigit ujung cabai saja sudah merasa sangat pedas. Tentang rasa pedas itu, mana yang benar ?

Menurut saya, ganteng itu saya, tetapi tidak menurut orang yang lain, misalnya bahwa ganteng itu warna kulitnya harus begini, bentuk hidungnya begitu, tinggi dan berat badannya harus segini dan seterusnya. Ketentuan siapa itu ?

Bahagia itu di sini, saat ini dan dalam kondisi seperti ini titik. Tapi banyak yang mendefinisikan kebahagiaan itu kalau begitu begini. Mana yang benar ?

Seperti kaum hawa yang karena cintanya kepada saya menyaksikan bahwa saya tampan, saya kira seperti itulah kenyataan yang selalu saya alami bahwa sebenarnya semua peristiwa, segala kejadian dan seluruh fenomena itu terjadinya di dalam diri saya, di dalam perasaan dan pikiran saya sebagai respon atas apa yang ada di luar diri saya.

Semua peristiwa, segala kejadian dan seluruh fenomena adalah netral adanya, sayalah yang bertanggung jawab memutuskan tentang maknanya bagi diri saya. Maka buat apa sibuk dengan kegaduhan yang ada di luar, kalau kegaduhan yang di dalam tak kunjung diredakan ?

Srueeettttttzzzz….. Jangkrik, batin saya. Tiba-tiba ada yang mendahului saya dengan kecepatan tinggi. Suara knalpotnya meraung, jalannya zigzag dan tak memakai helm pula, pengendaranya tampak masih belia, tegap, memakai jas almamater sebuah perguruan tinggi dan telinganya tampak disumpal dengan headset. Paling itu panitia ospek, yang sok-sokan, merasa sudah hebat di hadapan mahasiswa baru. Ih… arogan banget seperti sudah menjadi lelananging jagad.

“Hahahahaha….”, tiba-tiba pula bagian diri saya yang lain, yang pemakna tadi tertawa dengan kerasnya dalam benak saya sambil mengacungkan telunjuknya tepat di ujung hidung saya. “Katamu semua kejadian itu netral, katamu seluruh peristiwa itu terjadi dalam dirimu dan engkaulah yang bertanggung jawab memutuskan maknanya. Ngapain kamu sewot sampai misuh-misuh gitu ? Biarin aja to ?”

Duh Gusti nyuwun ngapuro. Baru saja saya menemukan makna, tetapi langsung Panjenengan coba pengejawantahannya.

Saya akui bahwa unsur api saya masih mendominasi sehingga sangat reaktif dalam menyikapi sesuatu, memburuksangkai, merespon dengan makna negatif yang tentunya sangat menguras energi saya. Setiap hal selalu saya tanggapi dan saya lawankan dengan ego serta kepentingan atau pamrih pribadi saya. Sayamearsa lebih baik dari yang lain. Iblis, saat disuruh Gusti Allah untuk sujud kepada Nabiyullah Adam, dia mengatakan, “Aku lebih baik dari dia !”. Iblis saja mengatakan hal seperti itu, merasa sombong dan merasa lebih baik, hanya sekali, ya saat itu saja. Sedangkan saya ? Bisa berkali-kali dalam satu hari merasa bisa dan merasa lebih baik dari yang lain alias sombong. Menyedihkan :(.

Semoga Panjenengan tidak demikian. Semoga Panjenengan dimampukan oleh Gusti Allah untuk bercahaya, tidak reaktif dan selalu tenang dalam merespon segala keadaan dengan bersandar pada kehendakNya, bahwa pasti ada Gusti Allah di balik segala peristiwa, semua kejadian dan seluruh fenomena, sehingga Panjenengan tak mudah diombangambingkan oleh seluruh situasi yang ada di luar diri. Alhamdulillah bila dimampukan demikian, berarti Panjenengan tak perlu susah-susah mencari kebahagiaan di luar sana, namun cukup dengan menyelam dasarnya hati Panjenengan sendiri. Saya nunut.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger