DIPLOMASI

Written By BAGUS herwindro on Dec 25, 2014 | December 25, 2014

Selalu saja di bulan ini, Desember, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya selalau gaduh terutama di media-media sosial. Propaganda dan debat yang tak pernah usai. Bagiku… mbok yo uwis. Bukan menyetujui atau menerima salah satunya, tapi semua kan harus dikembalikan pada diri sendiri. Seumpama saya sebagai seorang disainer grafis kemudian mendapat order disain untuk apa pun itu yang bertemakan sebuah momen dari sebuah keyakinan di luar keyakinan saya, lalu apakah dengan itu berarti hati dan pikiran saya telah beringsut, beranjak, bergeser, bergerak atau bahkan masuk ke wilayah keyakinan lain itu ? Rasanya terlalu naïf kalau jawabannya adalah iya. Bahkan berpelukan erat pun dengan seseorang byang berkeyakinan lain, seberapa persenkah persentuhan saya dengan orang lain ? Saya kira tak ada sehitamnya kuku di jari saya bila dibandingkan dengan keseluruhan dimensi yang ada di dalam diri saya.

Tetapi ya sudahlah… tak perlulah bagi saya untuk ikut-ikutan memperdebatkan, karena saya rasa, dalam hal apapun, debat itu hanya diperlukan bagi mereka yang membutuhkan pengakuan akan apa yang diyakininya, bukan bagi yang telah yakin.

Kitab Suci, Qur’an, ada yang bersifat instruksi yang harus dilaksanakan dengan petunjuk pelaksanaan sebagaimana yang dituntunkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad, ada juga yang bersifat informasi tentang masa lalu atau pun yang akan datang, serta ada pula yang bersifat diskusi dalam arti informasi yang disampaikan belum titik dan terbuka kemungkinan yang luas untuk mendiskusikan dan mengkajinya lebih lanjut.

Saya pribadi tidaklah pandai mengaji, membaca terjemahannya pun hanya dari terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, jadi mohon dimaafkan kalau banyak ngawurnya. Namun momen saat ini, Desember, mengingatkan akan kekaguman saya terhadap gaya bahasa diplomatis yang disampaikan oleh Kanjeng Nabi Isa kepada Gusti Allah yang memohonkan ampunan untuk ummatnya, sebagaimana yang diinformasikan Gusti Allah dalam Surat Al Maa-idah berrangkai mulai ayat 116 sampai dengan ayat 118.

Monggo Panjenengan buka sendiri mulai ayat 116. Ayat tersebut mengisahkan tentang dialog Gusti Allah dengan Kanjeng Nabi Isa, saya kira Panjenengan lebih paham dari pada saya. Ada gaya bahasa diplomasi pada ayat 118 : “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hambaMu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Seakan kalau dalam bahasa bebas versi saya, Kanjeng Nabi Isa itu mengatakan : “Gusti… kalau dengan KemahaperkasaanMu Panjenengan siksa mereka, toh mereka itu hambaMu juga Gusti, masak Panjenengan tega. Namun kalau Panjenengan ampuni, maka memang demikianlah KemahabijaksanaanMu.”

Kalau misalnya Gusti Allah benar-benar mau mengampuni mereka yang selama di dunia ini kita sesat-sesatkan, kita kafir-kafirkan, misalnya, terus kita mau apa ? Wong yang jadi TUHAN itu Gusti Allah, bukan kita ?

Bukan masalah salah atau benar, setuju atau tidak setuju, namun yang menjadi fokus perhatian saya adalah agar bagaimana kemanusiaan saya adalah tetap manusia dan jangan sampai berhasrat jadi TUHAN dengan menghakimi apa pun dan siapa pun terlebih kalau sampai dilatarbelakangi oleh hawa nafsu saya. Bukankah kita semua, se’alim dan se’arif apa pun misalnya, tetaplah hanya wayang-wayangNya yang dimainkanNya di hamparan pakeliran-Nya ?

Kira-kira begitu menurut saya.

Semoga Panjenengan dan saya dimampukannya untuk merangkai ilmu dan mengenali DIA di balik segala peristiwa dan semesta ciptaanNya.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger