TRENYUH

Written By BAGUS herwindro on Nov 12, 2014 | November 12, 2014

Baru saja di pagi ini nyruput kopi sambil ngemil pang-pang, tak sengaja menerawang jauh teringat mbarepku, Tara, yang saat ini sudah kelas enam dengan kegiatan yang semakin bertambah. Di samping di luar mengikuti bimbingan belajar, di sekolah pun selepas jam pelajaran usai ada tambahan bimbingan belajar yang diasuh oleh guru kelas masing-masing untuk menghadapi ujian nasional yang akan datang.

Tiap hari selalau dibawakan bekal sama mamanya, nasi lengkap denga lauknya. Dia sering bercerita kalau teman-temannya banyak yang ingin sebab tidak pernah dibawakan bekal ke sekolah. Ingat itu aku jadi nelangsa, teman-temannya juga ada yang berlatar belakang orang tua yang sangat pas-pasan kalau tidak bisa disebut kurang mampu. Lha untuk membiayai bimbingan belajat tambahan di sekolah saja kesulitan. Apakah mereka juga membawa bekal makanan atau apakah mereka juga diberi uang saku oleh orang tuanya untuk jajan ? Padahal usia segitu apalagi otak harus bekerja kerasa melahap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya, biasanya perut tidak mau diajak kompromi, pasti demo. Jadi teringat juga kalau teman-teman anak-anakku beberpa juga sudah kehilangan ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarga karena telah dipanggil menghadapNya.

Kalau teringat itu semua miris hati ini. Makanya beberapa waktu yang lampau saaat mbarepku itu baru menapak kelas enam dan baru memulai mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah untuk persiapan ujian nasional dan ujian masuk ke jenjang sekolah berikutnya, pernah kupesan agar jangan sampai kalau di sekolah dia bercerita tentang hal apa pun mengenai bimbingan belajranya kepada teman-temannya. Kasihan kalau didengar oleh yang lain yang kebetulan sangat berharap untuk bisa mengikutinya pula namun orang tuanya belum memungkinkan untuk memenuhinya. Kasihan dan saya sangat bisa merasakan perasaan yang seperti itu.

Kalau saja mungkin begitu, tentu sudah kusuruh saja mabrepku itu makan di rumah saja sehingga ke sekolah cukuplah membawa bekal minum saja agar tidak kelihatan makan dan jajan di depan teman-temannya yang  tidak bisa seperti itu, tetapi ya…. Tentu saja tidak mungkin. Situasi yang sama pun pernah dulu kualami saat teman-teman sekitarku untuk makan tiga kali sehari saja harus berpikir dua kali sehiungga harus menyiasatinya dengan pengaturan jam makan agar sehari cukuplah dua kali makan. Maka bukan karena tak mampu untuk membeli makanan, tetapi lebih karena tidak kolu kalau saya enak-enak makan padahal mereka menahan lapar. Jadinya, andai untuk membeli makan cukup dengan tujuh atau delapan ribu rupiah, maka dengan menambah sedikit menjadi sepuluh ribu cukup untuk bisa membeli gorengan agar bisa dimakan ramai-ramai untuk sekedar mengganjal perut.

Miris rasanya kalau pagi-pagi nganter anakku sekolah, di tepi jalan masih banyak penarik becak yang duduk terpekur menunggu penumpang, sudahkan mereka sarapan ? Di sudut jalan lain juga ada beberapa orang berbekal cangkul dan linggis menunggu ada orang yang dating menjemput dan memakai tenaga mereka. Bahkan hari minggu kemarin dari pagi sampai menjelang ashar mereka belum ada yang menjemput. Di sisi lain banyak juga mereka yang berlebih sehingga mampu berwisata kuliner dan menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup, sah-sah saja. Itulah sebuah paradox kehidupan.

Dan akhirnya kembali lagi ke diri saya sendiri, yang masih saja dan selalu saja sibuk memikirkan urusan diri sendiri dan keluarga sendiri, itupun penuh dengan keluhan. Maka memang benarlah betapa mulianya Kanjeng Nabi yang hingga meninggalnya pun yang dipikirkan adalah nasib keseluruhan ummatnya sampai akhir jaman. Maka mestinya saya malu, seberapa pun berat kehidupan yang mungkin saya sangga sebenarnya tidaklah ada artinya bila dihadapkan kepada Beliau, Kanjeng Nabi Muhammad, sebab saya hanya menanggung beban saya sendiri, sedangkan Beliau,  Kanjeng Nabi Muhammad, sangat welas asih hatinya sehingga terasa oleh Beliau segala beban dan penderitaan ummatnya dan sangat menginginkan keselamatan ummatnya. Beliau sangat bisa untuk hidup dalam keberlimpahan tetapi lebih memilih jalan tirakat sepanjang hidupnya. Beliau sangat pantas untuk dilayani, namun lebih memilih melayani sepanjang hidupnya.

Apa yang lebih utama selaian menempa jiwa dalam menghadapi samudera kehidupan ini ? Maka saya kira sekecil apapunmenurut persepsi kita – yang diterimakan kepada kita oleh Gusti Allah haruslah diikat dengan rasa syukur yang mendalam agar tak sempat mengeluh saat melihat keadaan diri, tak sempat angkuh saat melihat ke bawah dan tak sempat pula untuk silau saat melihat ke atas.

Semoga Panjenangan semua dan juga saya selalu diselimuti kebarokahan di segala apa pun yang telah, sedang dan akan dikaruniakan olehNya.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger