Semester ini, biasanya aku
punya kesempatan ngobrol berdua dengan anak keduaku, Alia, di pagi hari. Meski
"bongol" namun ternyata dia perhatian juga kalau sama ayahnya. Di
pagi hari itulah saat mamanya mengantar si mbarep, Tara, dan si ragil, Aji,
kesempatan bagiku untuk titip beberapa nilai hidup kepadanya, meski mungkin dia
belum memahaminya.
Namun pagi kemarin
sedikit berbeda. Aku bilang ke dia, "Dik Ayah pinjam celenganmu boleh
engga ?". "Buat apa Yah ?", dia bertanya. "Ya... ayah ada
perlu sedikit.", jawabku.
"Berapa Yah
?" - "Lima puluh ribu aja Dik, nanti kalau sudah ada diganti Ayah,
boleh engga ? Tapi jangan ditagih terus lho ya..." - "Lima puluh aja
Yah ?" - "Wis tambah dua puluh ribu ya sekalian buat bensin jadinya
tujuh puluh ribu." - "Iya yah."
Terus dia bilang,
"Kok engga bilang mama aja sih yah ? Tak bilangin mama ya Yah ?"
"Eits...jangan-jangan
Dik, jangan bilang mama, ntar kasihan mamamu. Sudah diam aja gak usah cerita.
Rahasia ya ?"
Dia bertanya lagi,
"lha nanti kalau mama tanya, yok opo Yah?"
"Ya kalau tanya
bilang aja apa adanya, dipinjam Ayah"
Dan sampai aku
berangkat pun saat mamanya sudah datang, dia selalu saja sambil tersenyum
berbisik-bisik menggodaku, "Yah tak bilangin mama ya ?" Aku pun
bilang padanya kalau aku kembalikan aja gak jadi pinjam kalau dia mau bilang
mamanya. "Engga-engga Yah.", jawabnya sambil tersenyum, sampai
mamanya tanya. Dia pun tersenyum penuh arti.
nDilalah siang tadi
sebelum Jum'atan, mamanya mau tukar lima puluhan dua buat beli token listrik.
Dia bingung memandangku, "Gimana Yah ?". "Yo wis", jawabku
singkat.
"Nggak ada Ma,
ada cuman satu." - "Lho kemarin ada kok, wong yang pecahan sudah
ditukari Mama.", jawab mamanya.
........
He... he... he... dan
akhirnya terbongkarlah rahasia itu. "Oooo jadi itu to yang kemarin... Saknone… saknone..."
Dan... kami pun
merayakannya dengan tertawa terbahak bersama. Bungah manah, menertawakan kegetiran merayakan keterbatasan.
ada rahasia yang terbongkar nih ceritanya hehehehe
ReplyDelete