Aku NYATET

Written By BAGUS herwindro on Apr 12, 2014 | April 12, 2014

Setiap murid mempunyai kitabnya sendiri-sendiri dan kitab itu meski kelihatannya ditulis oleh sang murid, namun ssesungguhnya Mursyidnyalah yang menulis. Seorang murid merupakan sebuah kitab dari Mursyidnya. Pesan Mursyid bisa melalui siapa saja dan bisa juga melalui apa saja. Itu yang saya pahami dan itu pula yang saya yakini. Tak ada yang tiba-tiba dan ada pula yang kebetulan. Begitu pun hari ini, diberi kesempatan mendengar wejangan dari seorang santri sepuh dan saya maknai bahwa wejangan itu menjadi sebuah pesan untuk saya. Di MABES kucatat pesan itu. | 05.04.14 |

----------

Setiap manusia tak pernah merencanakan dirinya untuk lahir, kapan, di mana, dari orang tua siapa dan dalam kondisi yang bagaimana. Ia lahir dengan begitu saja. Siapa yang melahirkannya ? Tentu saja Gusti Allah.

Demikian pula dzikir di kedalaman hati, bisakah manusia mendzikirkan hatinya sendiri ? Tidak bisa, sebab tiba-tiba saja bisa berdzikir.

Manusia bisa berdzikir, siapa yang mendzikirkan ? ALLAH. Siapa yang membimbing Rasulullah dan tentu saja saat ini dipimpin Mursyid. Beruntunglah yang saat ini memperoleh bimbingan dzikir dari Mursyid yang sekarang, sama sebagaimana Rasulullah, tidak kurang dan juga tidak lebih.

BEDANYA

Sekarang ini banyak ulama tapi tak ada berkahnya. Meski yang diajarkan kitab apa pun bahkan qur'an sekalipun, sebab telah banyak yang tergoda dengan dunia, dengan berbagai kemewahan dan dengan berbagai keinginan.

Contoh sederhana dunia adalah uang. Coba kalau kita "pegang" sejumlah uang, maka dalam diri kita akan langsung muncul berbagai macam keinginan dan itu racun yang menutup mata, menjauhkan kita pada Gusti Allah. Kalau tidak "pegang" uang maka keinginan itu pun tidak muncul.

Maka sejak dulu, para Mursyid di Pondok tidak pernah pegang uang. Itu bedanya. Kalau ada misalnya pemberian dari muridnya, sebenarnya tidak memerlukan tetapi seandainya ditolak, maka yang kasihan muridnya. Maka yang diterima pun tak pernah dipegang, langsung diserahkan lagi di antaranya kepada Bu Nyai untuk mengelola pondok.

Mursyid itu tak pernah hatinya jeda sedetik pun untuk berdzikir pada Gusti Allah. Segalanya ada di hati Mursyid. Di situlah letak keberkahan Mursyid untuk muridnya dan itu murid yang mencari. Mursyid tak pernah mencari murid.

PASANGAN HIDUP SEJATI

Maka dzikir thoriqoh itulah yang sesungguhnya pasangan kita [istri/suami] yang sejati, dunia akhirat. Jadi nafkahilah dan rawatlah dengan selalu istiqomah mengamalkan, sebab jika tidak, dia akan menuntut dinafkahi dan dunia pasti akan menjadi gelap. Kalau di siang hari masih sibuk bekerja, maka ajaklah ngobrol di malam hari, duduk diam dan rasakan keindahannya. Syadziliyyah. Shalawatnya rasakan dan nikmati keindahannya.

Dalam rumah tangga dunia pun perlu ketentraman, maka sebagaimana pesan Mursyid terdahulu, suami harus mencukupi kebutuhan istrinya dan jangan menyakiti hatinya. Andai pun meminta sesuatu, sanggupilah dan penuhilah. Kalau toh belum mampu janjikan, tapi untuk dipenuhi jangan janji saja. Tidak usah mikir, insya Allah pasangan sejati kita, syadziliyyah, juga ikut mengerjakan. Masalah memang selalu ada.

MASALAH

Dunia memang penuh masalah, dipikir seperti apa pun tak akan pernah selesai masalah itu. Lalu apakah kita akan menghabiskan usia kita hanya untuk mikir dunia ? Padahal dunia ini kecil, tak ada harganya jika dibandingkan dengan iman. Iman itu ibarat zamrud yang mahal harganya. Iman itu yakin sama ALLAH, jauh namun tak berjarak, dekat namun tak bersentuhan. Dzikir terus di kedalaman hati.

Maka di situlah bedanya dzikir orang yang berthoriqoh dan tidak. Dzikir thoriqoh itu ada yang memimpin. Kalau dzikir itu menancap di kedalam hati, sesungguhnya Allah yang mendzikirkan, yang membimbing Rasulullah, yang memimpin Mursyid. Maka tak perlu tahu tentang jin bahkan tak perlu tahu tentang malaikat, seorang murid yang dzikirnya telah menancap  di kedalaman hatinya pasti di situ ada Allah, Rasulullah dan Mursyidnya. Malaikat pun pasti menyertai mengawal dzikir itu.

Godaannya orang berthoriqoh itu biasanya tiga, "piye" [bagaimana], "nyapo" [kenapa] dan "angel" [sulit].

Saat ada masalah, terus berpikir bagaimana [piye], sadarilah siapa yang tidak pernah bagaimana [piye] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati. Astaghfirullahal azhiim - laa haula walaa quwwata illa billah, kembalikan pada ALLAH, insya Allah ada petunjuk di situ, ada jalan keluar dari kedalam hati.

Saat ada masalah, terus berpikir kenapa [nyapo] kok seperti itu, sadarilah siapa yang tidak pernah kenapa [nyapo] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati. Astaghfirullahal azhiim - laa haula walaa quwwata illa billah, kembalikan pada ALLAH, insya Allah ada jalan keluar dari kedalam hati.

Saat ada masalah, terus berpikir sulit [angel] untuk mengatasinya, sadarilah siapa yang tidak pernah sulit [angel] ? Hanya ALLAH, maka dzikir di kedalaman hati, kembalikan semua pada ALLAH. Astaghfirullahal azhiim - laa haula walaa quwwata illa billah, kembalikan pada ALLAH, insya Allah ada jalan keluar dari kedalam hati.

Sering dalam berumah tangga itu tidak ada ketentraman, sebab semua berebut benar. Contoh sederhana misalnya suami marah belum disiapkan minuman, sedangkan istri memang masih kerepotan mengurus rumah tangga. Semua merasa benar, apalagi suami mengandalkan eksistensinya sebagai seorang suami, maka tentu saja akan tidak ada ketentraman. Kalau suami mencoba sehari saja mengurus rumah tangga, niscaya dia akan lebih memilih bekerja di luar rumah dari pada jika harus mengurus repotnya rumah tangga.

Dalam hal uang pun, semestinya suami juga tidak perlu diam-diam "pegang" uang karena biasanya malah perwujudannya kurang ada manfaatnya, sering untuk kepentingannya sendiri. Berbeda kalau diserahkan kepada istri untuk mengelolanya, biasa malah banyak manfaatnya karena adanya rasa tanggung jawab istri untuk kepentingan keluarga.

Begitupun dalam skala yang lebih luas, ketentraman itu sulit tercapai bila semua berebut benar. Solusinya adalah sering-sering bermusyawarah, tidak masalah kalau harus saling beradu argumentasi dalam musyawarah itu, namun saat sudah ada keputusan ya harus rukun kembali.

MENERIMA

Dalam hidup ini selalu ada pujian juga fitnahan. Maka jangan bangga oleh pujian, jangan pula sedih karena fitnahan.

Andai ada yang memfitnah diri kita, kesadaran kita harus mengatakan bahwa mungkin kitalah yang memang salah, hanya ALLAH yang tak pernah salah, maka kembalikan semua pada Gusti Allah, relakan dan doakan dia yang memfitnah agar mendapat petunjuk. Kalau bisa seperti itu, insya Allah itulah nanti yang akan mengurangi dosa kita saat hisab di mahsyar kelak. Sebab kalau mengandalkan ibadah kita, maka ibadah itu tidak laku di mahsyar kelak, karena sesungguhnya kita tidak pernah mampu untuk beribadah sendiri. Kita tidak pernah menciptakan ibadah.

Kembali lagi dzikir di kedalaman hati. Kalau sampai Syadziliyyah tidak diistiqomahkan, betapa ruginya diri kita [eman-eman].

Masalah, pujian atau pun fitnah tidak untuk diharapkan atau pun ditolak, namun kalau datang diterima saja dan direlakan. Kuncinya di dzikir itu tadi.

IMAN atau EMAN

Adanya pujian, jangan melenakan diri kita untuk mencari pengaruh. Yang pokok adalah bagaimana kita bisa memimpin sembilan lubang di tubuh kita yang menjadi amanah kita.

Itulah yang membedakan kita iman atau malah "eman", syurga atau neraka. Itu saja. Sebab jaman sekarang ini gunung pun dimakan, aspal dimakan, listrik pun dimakan. Godaannya selalu di harta, tahta dan wanita.

Sembilan lubang tubuh itu yang harus benar-benar di jaga.

Melihat yang buruk, kembalikan semua pada ALLAH, cari keburukan itu pada diri kita sendiri agar terjaga untuk tidak merasa lebih baik. Sebaliknya, kalkau melihat yang baik, tanya pada diri kita sendiri, bagaimana caranya agar kita pun menjadi baik seperti itu.

Kebanyakan kita ini kan "sembrono", tidak merasa diawasi ALLAH, tidak merasa diawasi Rasulullah dan Mursyid. Yang tertulis di dinding Pondok itu di luar tidak ada, khusus orang thoreqoh itu harus menjadi akhlaq.

Apa yang perlu kita takutkan, kalau iman, di kedalaman hati selalu ada ALLAH, Rasulullah dan Mursyid. Namun itu juga ada bahayanya, sebab keyakinan kita pasti terjadi. Yang baik akan terjadi, pun begitu pula dengan keyakinan kita tentang hal buruk,  yang buruk itu akan terjadi juga.

SEMBUNYIKAN

Dzikir di kedalam hati itu sembunyikan, jangan sampai ada yang tahu. Lakukan dan rasakan sesuai kapasitas diri kita masing-masing, sedetik, kalau bisa ditambah dua detik dan seterusnya. Dapat gelar iman dari ALLAH itu sulitnya bukan main, mungkin bisa ratusan tahun. Maka kalau bisa menancapkan dzikir di kedalaman hati, pasti ada ALLAH, Rasulullah dan Mursyid.

Saat meninggal pun nantinya pasti ada Rasulullah dan Mursyid.

Bahkan empat puluh rumah di depan, belakang, kiri dan kanan akan mendapat berkahnya dari ahli dzikir..

YAKIN

Kuncinya yakin sama Mursyid, bukan pada sesama murid. Betapapun hebatnya murid, dia tidak akan pernah bisa menyampaikan kita pada Rasulullah dan tidak akan pernah bisa pula mengantarkan kita di hadapan ALLAH. Hanya Mursyid titik.


.:: Tak rampungke ngetik tulisan ini ning nduwur sepur Penataran Dhoho, tlatah Sukomoro, ing wektu 20:19 ::.
Share this article :
Comments
1 Comments

1 komentar:

  1. pasti...pasti..pasti"l yaqiin"

    dr sekian tulisan mbah gus..inilah tulisan yang yg sedikit bisa di resep oleh utekku...

    tankyu for writing this....

    ajak2 dong klo ada acara di MABES...SANA. kawan

    ReplyDelete

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger