Home » , , , » LEBAR LEBUR LUBER

LEBAR LEBUR LUBER

Written By BAGUS herwindro on Aug 11, 2013 | August 11, 2013

Lebaran, sebuah kata yang populer di Indonesia meski tidak ada dalam khasanah agama. Namun rupanya istilah lebaran pun kini sudah merambah negeri tetangga, atau mungkin karena banyak warga Indonesia yang berada di sana ya ?

Lêbar – bubar – sêlo – bakdä / bädä menyiratkan sebuah makna keluasan setelah purna tugas. Sebuah tugas jiwani untuk menempa ruhani melalui pengendalian jasmani yang parameter keberhasilannya adalah taqwa. Taqwa itu kesadaran sejati, kesadaran tentang diri sebagai abdi di hadapan GUSTInya, ALLAH. Yang utama itu GUSTI, yang pertama itu GUSTI, maka yang selalu diutamakan dan dipertamakan adalah GUSTI. Di luar GUSTI adalah titah atau makhluk yang selalu berada serta dibatasi oleh ruang dan waktu. Maka manusia taqwa akan selalu mempertimbangkan keridhoan Gusti Allah di setiap gerak hatinya dan di setiap lintasan pikirannya yang terejawantahkan dalam segala ucapan, sikap dan tindakan. Manusia taqwa akan selalu mengabdi pada  GUSTInya, bukan mengabdi pada dirinya sendiri. Manusia taqwa akan selalu eling lan waspodo. Itulah lêbur.

Setelah lêbar akan lêbur. Lebur itu bisa bermakna hancur bisa juga bermakna nyawiji atau menyatu. Manusia taqwa selalu berkesadaran meleburkan “aku”nya dalam “AKU” Gustinya. Hatinya hanya untuk Gusti Allah, sehingga apa pun yang ada di hatinya selain GUSTI akan dileburnya. Ibarat ruangan yang penuh sesak dengan berbagai barang, ruangan itu akan menjadi lapang saat barang-barang yang ada di dalamnya dikeluarkan, Itulah kondisi jêmbar ing ati atau luasnya hati. Di ruang yang lapang pun, cahaya akan tampak terangnya karena pantulannya tidak teralingi oleh berbagai barang di dalamnya. Itulah kondisi padhang ing ati atau terangnya hati. Ke mana pun wajahnya menghadap, yang terlihat hanya wajah GUSTInya. Itulah iman dan iman hanya akan menetap di hati yang luas dan terang, sebab iman itu sering terdesak oleh berbagai barang yang masuk ke ruang hati hingga iman sering menguat sering pula melemah, bahkan terkadang juga keluar, belum bisa menetap. Maka terangnya hati merupakan sebuah prasyarat bagi tetapnya iman di hati. Inilah kondisi menuju lubér.

Setelah lêbur akan lubér. Luber bermakna melimpah. Manusia yang telah lêbar dari tirakatnya (taqwa) dan yang  telah lêbur dengan Gustinya (iman) akan merasakan lubér ing kanugrahan atau melimpahnya anugerah dari Gusti Allah. Mereka yang telah DImampuKAN untuk selalu mencari keridhoan Gusti Allah dan yang meyakini bahwa yang  menghidupkannya, mematikannya, menolongnya, menguatkannya, mengaturnya, meperjalankannya dan nya-nya yang lain adalah Gusti Allah, maka akan bisa suméléh / rela dalam menjalani hidupnya sebab masalah apa pun tidak boleh menjadi masalah melainkan malah menjadi ilmu baginya.

Saat susah direspon dengan kerelaan menerimanya, maka sabarlah ia dan itu hakikinya adalah limpahan anugerah Gusti Allah. Saat kesalahan orang lain direspon dengan kerelaan memaafkan, maka merdekalah hidupnya, merdeka dari dendam dan merdeka dari keinginan membalasnya serta merdeka dari kebencian yang menyakiti dirinya sendiri. Hakikinya itu adalah limpahan anugerah Gusti Allah. Saat kekurangan diri sendiri di masa lampau direspon dengan kerelaan menerimanya, maka optimislah ia. Keterpurukannya menjadi awal kebangkitannya dan itu limpahan anugerah Gusti Allah.

Saat perintah Gusti Allah diterima dengan kerelaan, maka hanya ikhlaslah yang ada dalam melaksanakannya, mengutamakan yang diperintah / ibadahnya (urusannya titah) bukan yang dijamin / fadhilahnya (urusannya Gusti), tak ada kebanggaan mengunggulkan diri karena menyadari ketaatan itu semata pertolonganNya dan itu semua merupakan limpahan anugerahNya.

Begitu seterusnya dan itulah jalan keselamatan hidup dunia akhirat.

Bukan hanya jasmaninya saja yang ditata melalui syariatnya ibadah, namun yang lebih utama adalah sekaligus menata hatinya melalui hakikat kehambaan, menyeluruh atau kaffah. Tidak hanya islam dan iman saja, melainkan juga ihsan, kaffah. Maka lebar, lebur dan luber adalah agama itu sendiri secara menyeluruh, kaffah, bagaikan anyaman daun kelapa / janur (sejatine nur) yang tidak terpisahkan meski awalnya terpisah. Ini semua diingatkan kembali melalui tradisi kupatan di hari ke-7 setelah hari raya Idul Fitri. Kaffah – kapat – kupat. Sebuah kreativitas super dari para ulama terdahulu dalam menegaskan kembali pesan langit melalui peristiwa budaya di bumi.

Kira-kira begitu (wangsitnya, he... he... he...).

Semoga saya dan Panjenengan semua selalu dianugerahi terangnya hati, tetapnya iman dan keselamatan hidup dunia akhirat, semoga pula DImampuKAN untuk selalu lebar, lebur dan luber.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger