Home » , , , » #5 Eling lan Waspodho

#5 Eling lan Waspodho

Written By BAGUS herwindro on Dec 22, 2012 | December 22, 2012

Jati diri, bagai logam mulia atau intan berlian, dia tak ditemukan begitu saja, baru terkuak saat kita bersedia menggali jiwa kita lebih dalam. Beruntunglah bahwa kita ditakdirkan terlahir di Timur, sebuah wilayah yang penuh dengan kearifan yang bermula dari keberanian untuk menanyakan tentang asal muasal diri. Apakah aku ada, aku ini siapa, dari mana diri ini berasal, untuk apa hidup dan hendak ke mana setelah kematianku. Berasal dari ketiadaan, menemukan kesejatian dan berkembanglah pengetahuan tentangnya. Sesuatu yang tidak bisa ditemui di Barat. Di Barat pengenalan diri dimulai dari eksistensi diri, bukan dari ketiadaan yang adanya diadakan oleh Tuhan, sehingga saat Timur ribuan tahun yang lalu sudah mengenal jati diri, Barat baru saja memulai dan berkutat pasa seputar gelombang otak, sesuatu yang meski sangat luar biasa namun hanya satu bagian kecil dari keseluruhan manusia.

Warisan pengetahuan dan pemahaman itulah yang kemudian diwariskan oleh para leluhur nuswantara dalam koridoe agama dengan ungkapan éling lan waspädhä. Dua kata yang tak terpisahkan, ringan untuk diucapkan namun berat untuk dilakukan dan biasanya memang begitu, warisan penempaan jiwa itu diekspresikan dalam kalimat sederhana namun mengena, singkat tetapi padat dan tentunya memiliki kedalaman makna. Hanya mereka yang telah tercerahkan hidupnya yang biasanya dimampukan menularkan lakunya dalam ungkapan kata sederhana, namun berrasa dan menggores jiwa.

Tak hendak menafsiri apa itu éling lan waspädhä, namun hanya sekedar mencoba memahami dengan cara merasakan dan mengalami tentang éling lan waspädhä itu yang tentu saja sebagaimana biasa, ala kadarnya dan atas dasar kira-kira he… he… he…

Éling itu bukan sekedar ingat tetapi lebih kepada menyadari atau merasakan tentang suatu kondisi, menyadari atau merasakan keterhubungan dengan seluruh kehidupan dan tentu saja yang pertama dan utama adalah menyadari keterhubungan dengan Gusti Allah sebagai pencipta, hingga jiwa kita merdeka, terbebas dari belenggu kepalsuan diri dan mencapai diri yang sejati sebagai hamba yang lebur di hadapanNya. Pada kondisi inilah, éling dimaksudkan sebagai kesadaran atau pun ketaqwaan.

Sedangkan waspädhä itu bisa diartikan sebagai kehati-hatian atau berja-jaga dengan memberi perhatian khusus terhadap suatu hal atau kondisi tertentu, agar kondisi éling bisa tetap terjaga.

He… he… he… kira-kira begicu.


Asal Mula

Manusia terwujud pada alam dunia tidak serta merta dalam bentuk materi sebagaimana kita saat ini, namun sebelumnya telah terwujud dalam bentuk ruhani yang merupakan bagian dari ruhNya. Dalam wujud ruhani, manusia mencapai kesadaran atau ketaqwaan tertingginya yaitu dengan mencapai derajad hamba. Hamba yang sadar akan kehambaanya di hadapan Tuhannya. Itulah kemuliaan yang disematkan Gusti Allah kepada ruh manusia dan Gusti Allah lebih memuliakannya lagi dengan memberi jalan pergi untuk pulang kembali kepadaNya dengan dikenali, dibebaskan dan dilalui saat ruh itu dipersenyawakan dengan wujud materi di alam dunia sebagai sosok manusia.

Saat itulah kesadaran tertinggi sebagai hamba itu seakan lenyap atau terlupakan atau nge-blank, tertutup oleh lapisan-lapisan imajiner yang palsu membelenggu. Itulah jalan kemulian yang harus ditempuh, dengan melepas lapisan-lapisan tersebut satu demi satu, hingga ruh kembali menemukan jati dirinya sebagai abdinya Gusti Allah dan itulah awal mula ketundukpatuhan kepada kehendak Gusti Allah, awal mula kesadaran.

Ruh manusia terpenjara dalam wujud materinya, itulah jiwa yang tak ada habisnya untuk dikenali, bahkan ilmu modern pun tak mampu mengungkap apa itu jiwa melainkan hanya sebatas mengenali gejala-gejala dari jiwa.


PEMETAAN

Jazad, itulah raga, merupakan lapisan terluar dari wujud materi manusia, penuh keajaiban dan tak ada habisnya saat dikoyak oleh ilmu pengetahuan, selalu ada hal baru yang tertemukan.

Hayat, merupakan energi hidup sebagai generator yang membentuk, mengaliri dan melapisi jazad agar tetap berfungsi dengan baik untuk mewadahi ruh.

Ruh, merupakan rahasiaNya, bagian dari RUHNYA, yang merupakan esensi kehambaan dan inilah yang sejatinya akan kembali kepadaNya. Ruh merupakan isi dari wadah jazad dan hayat. Ruh tidak mengenal dualitas apa pun, ia hanya berkesadaran bahwa dia hamba dan Gusti Allah adalah Tuhannya. Inilah rahsa sejatinya manusia.

Hawa nafsu, merupakan sesuatu yang tak bereksistensi yang menyertai ruh saat ditiupkan ke dalam jazad, dapat dirasakan keberadaannya yaitu berupa kecenderungan-kecenderungan yang apabila dalam kadar cukup berfungsi untuk mempertahankan hidup dan menjaga keberlangsungan kehidupan. Namun berbeda ceritanya kalau hawa nafsu dalam kadar yang belebihan. Hawa nafsu sering memperalat akal untuk mendukung semua alibinya, agar selalu dipenuhi tuntutannya yang tak pernah cukup itu. Inilah karêpnya / keinginan manusia.

Qalbu, merupakan sebuah software, operating system bagi hardware ~ jantung [bagian dari jazad], yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya, kapasitasnya tak terbatas, mampu memahami tanpa mengetahui, tanpa dalil, mempunyai kemampuan sebagai pembeda yaitu dengan memilah dan memilih antara yang memuliakan dan yang sekedar menyenangkan, merupakan area pertama yang menerima sinyal dari Tuhan. Outputnya berupa akhlaq yang terekspresikan dalam perasaan.

Akal, merupakan sebuah software, operating system bagi hardware ~ otak [bagian dari jazad], yang menghubungkan manusia dengan sesama makhluk cipataanNya dalam hubungannya dengan ruang dan waktu. Salah satu fungsinya adalah memberikan masukan kepada qalbu. Output dari akal adalah pikiran yang terekspresikan dalam tindakan (ucapan dan perbuatan). Akal, kapasitasnya terbatas, sebatas yang terindera dan terdata saja, selalu berdalil dan memahami sesuatu dalam bentuk dualitas.


LETAK éling lan waspädhä

Keseluruhan itu saling terkait-paut satu sama lain, tak terpisahkan, namun kembali lagi pada ilmu titén tentang diri kita sendiri, bahwa dari semua itu yang harus diutamakan adalah bagian yang hakikinya akan menempuh jalan pulang kembali kepada yang sejati, yaitu Ruh kita. Sehingga seluruh lakon kehidupan, sebisa mungkin diarahkan untuk membebaskan jiwa dari keterpenjaraan materi agar merdeka dan tetap menjadi “jabang bayi”.

Bila disederhanakan, hanya ada dua aliran atau dua arah yaitu vertikal dan horisontal.

Arah vertikal, terdiri dari 3 area, atas yaitu ruh ~ mulia, dimuliakan dan memuliakan Tuhan, tengah yaitu qalbu dan bawah yaitu hawa nafsu ~ senang, bersenang-senang dan menyenangkan diri. Qalbu menjadi ajang pertarungan atau perebutan pengaruh antara ruh dan hawa nafsu, tinggal ke arah mana energi dialirkan.

Arah horizontal, ada area qalbu dan area akal yang saling mempengaruhi satu sama lain, namun yang sebenarnya lebih bisa mengkondisikan adalah area qalbu. Namun bila akal dibiarkan dominan, maka qalbu pun akan terdegradasi, sebab akal sering ditarik oleh hawa nafsu untuk membenarkan tuntutannya. Ekspresi qalbu yang berupa perasaan sangat mempengaruhi bekerjanya akal dengan outputnya berupa pikiran yang nantinya akan terekspresikan dalam tindakan, baik berupa sikap, perbuatan, ucapan atau pun tulisan.

Sebagaimana pernah tersampaikan pada tulisan terdahulu, bahwa dalam diri kita selalu terjadi dialog-dialog sebagai awal mula munculnya karêp atau keinginan atau kehendak.  Maka melatih “rasa” itu penting agar “peka” melihar diri sendiri. Inilah yang harus disadari dan diwaspadai dari mana karêp itu berawal, apakah merupakan karêping rahsa [hasrat ruh, harus selalu disadari / êling] ataukah rahsaning karêp [hasrat nafsu, harus selalau diwaspadai / waspädhä].

Qalbulah yang bisa membedakan di antara keduanya, maka dari itu harus selalu éling / menyadari qalbu, yang pertama kali muncul di qalbu itulah hasrat ruh dan inilah yang harus segera ditindaklanjuti, jangan samapai ada jeda sedetikpun. Sebab ketika ada jeda, maka sangat termungkinkan dominasi qalbu akan diambil alih oleh akal~pikiran dengan petimbangan untung ruginya atau bisa juga diambil alih oleh nafsu dengan kepentingan senangnya sendiri dan mungkin juga bisa disusupi oleh bisikan-bisikan dari makhluk anti cahaya yang berada di luar diri kita .

Qalbu yang éling / ingat / sadar / taqwa / berselaras dengan Gusti Allah akan melahirkan ekspresi kemuliaan akhlaq yang kemudian akan mewujud dalam baiknya perasaan. Perasaan itulah yang merupakan persangkaan kita kepada Gusti Allah. Mulianya akhlaq akan membaikkan perasaan. Baiknya perasaan akan menjernihkan akal dan membaikkan pikiran, namun tidak untuk sebaliknya.

:: Selalu éling/sadar untuk mengutamakan karêping rahsa/hasrat ruh yang biasanya berupa dorongan untuk mendekat, mengutamakan dan mengabdi dengan tulus pada Gusti Allah.

:: Selalu éling/sadar untuk menggerakkan qalbu dengan dzikir kepada Gusti Allah, mengiringi setiap detik kehidupan yang telah digariskan untuk diri kita masing-masing agar segala ilmu kebaikan dapat menjadi akhlaq mulia, minimal dimampukan olehNya untuk merespon setiap detik takdirNya dengan sabar, syukur dan ridho.

:: Selalu waspädhä/waspada terhadap rahsaning karêp/hasrat nafsu yang cenderung melampiaskan unsur-unsur kehewanan, kebuasan dan pemanjaan diri.

:: Selalu waspädhä/waspada terhadap perasaan yang tidak bahagia, yang kasar penuh amarah, sedih yang mendalam, malu yang berlebihan, kecewa berkepanjangan, takut, cemas ragu dan bimbang, serta galau seperti katanya anak jaman sekarang.

:: Selalu waspädhä/waspada terhadap bekerjanya akal apabila tidak mendukung terangnya qalbu apalagi jika pikiran sudah mulai menciptakan berbagai bayangan semu untuk mendukung nafsu menagmbil alih komando atas qalbu.

:: Selalu waspädhä/waspada terhadap tidakan yang diperintahkan pikiran agar tak ada penyesalan dari setiap tindakan baik ucapan, tulisan, sikap dan perbuatan yang kita lakukan.


Beberapa…

Tetap éling lan waspädhä, untuk tetap menjaga momen-momen hidayah yang menyebabkan bisa berbuat baik, dengan tidak mengaburkannya dengan merasa memiliki kebaikan itu, membanggakan dan menganggap rendah mereka yang belum melakukan kebaikan itu. 

Tetap éling lan waspädhä, untuk selalu menimbang kadar kesadaran dengan membandingkannya dengan kadar nafsu. Tahu diri, dengan tidak "menantang" sebuah pengabdian atau pun "memaksa" sebuah anugerah bila itu hanya dilandasi oleh hasrat nafsu, bukan oleh terbitnya kesadaran.

Tetap éling lan waspädhä, tak ada perubahan besar tanpa dimulai dari perubahan kecil. Tak ada perbaikan di luar sebelum yang di dalam membaik.

Tetap éling lan waspädhä, untuk selalu mengacuhkan segala pujian, apalagi bila datangnya berulang dan berlebihan, agar tak ada kesempatan untuk kehilangan diri sendiri dengan bertindak, berlaku dan bersikap hanya demi pencitraan diri sebagaimana yang dipujikan orang. Berlaku juga untuk celaan, hinaan dan makian kalau itu hanya akan mengkerdilkan diri sendiri, kecuali untuk berkaca diri sehingga lebih melejitkan potensi diri.

Tetap éling lan waspädhä, untuk selalu mentransformasikan rahmat menjadi berkat, dengan membaikkan proses menyerapnya dan mengabdikannya dengan memperluas manfaat, hingga menemukan titik bahagia di dalamnya.

Tetap éling lan waspädhä, untuk selalu berusaha sederhana dalam melihat ke"indah"an bahwa segala sesuatu sejatinya adalah "indah". Karena saat "indah" itu terlihat kalau ada "sebab", maka pasti kita akan kehilangan "indah" itu saat "sebab"nya tiada.

Tetap éling lan waspädhä, agar bombardir informasi tak menyebabkan diri kehilangan kendali, tersihir secara masal ~ ikut-ikutan ~ hingga terpesona oleh yang ditampakkan namun sejatinya telah jauh dari esensi yang sengaja dikabur-kuburkan. Hanya sekedar menerima syariatnya informasi tanpa mau mentarekati informasi hingga benar-benar paham dan merasakan hakekatnya informasi yang terpapar.
 
Tetap éling lan waspädhä, kalau "di" dan / atau "ke" mana-mana tercium "bau", jangan-jangan diri kita sendiri yang ber"bau" atau mungkin juga diri kita yang malah menularkan "bau".
 
Tetap éling lan waspädhä, segala sesuatu yang terpaparkan di hadapan kita adalah cermin yang mungkin memantulkan bayangan diri kita sendiri.

Tetap éling lan waspädhä, untuk segera berkaca diri ~ saat "harap" tak kunjung mendarat, saat "ingin" tak juga beriring dan saat "target" masih enggan dijangkau ~ bisa jadi kita telah menjadi hambanya harap, ingin dan target itu dengan menggebu dan mengingatnya selalu hingga lalai - melalaikan - dilalaikan dari mengabdi kepada yang menjawab harap, yang memenuhi ingin dan yang mewujudkan target.

Tetap éling lan waspädhä, banyak yang telah terjadi, tentunya mungkin sangat mewarnai situasi emosi. Mari bersegera menghalau segala perasaan galau juga pikirang yang kacau, bersegera memasuki rumah jiwa kita sendiri ~ hati ~ menemui Gusti yang sejatinya selalu menemani.

Tetap éling lan waspädhä, untuk tidak menyakiti diri sendiri dengan memelihara kekecewaan, kemarahan, kebencian dan dendam pada siapa pun yang telah menyalahi, menyakiti, mengingkari dan seterusnya, sebab sejatinya mereka sedang dipinjam oleh Tuhan untuk menempa kedewasan dan mematangkan jiwa kita agar lebih siap menerima anugerahNya di depan sana.

Tetap
éling lan waspädhä, untuk selalu mendoakan orang tua, orang tuanya orang tua, orang tua orang tuanya orang tua dan seterusnya ke atas, sebab bisa jadi karena laku dan doa mereka semuanyalah saat ini hidup kita tercahayai, serta untuk selalu juga mendoakan anak, cucu, anaknya cucu dan seterusnya ke bawah, sebab doa kita saat ini untuk mereka bisa menjadi sebab tercahayainya kehidupan mereka.

Tetap
éling lan waspädhä, untuk selalu merawat cinta, kasih dan sayang pada keluarga ~ pasangan, anak, orang tua, saudara ~ yang menjadi salah satu pilar penyangga baiknya negeri ini. Baik keluarganya, baik pula negerinya.

Tetap
éling lan waspädhä, pada saat sekarang, untuk selalu mengusahakan dan memilih sebab yang baik agar nanti semoga berakibat yang baik pula, karena kemanusiaan kita tidak terlepas dari sebab-akibat.


Kira-kira begitu, mungkin masih berlanjut.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger