Home » » Wêrno-wêrniné mênungso…

Wêrno-wêrniné mênungso…

Written By BAGUS herwindro on Apr 6, 2012 | April 06, 2012

+ Dik kamu dijemput siapa ?

- Dijemput YangMa [nenek]
+ Pulang ke mana ?
- Ke YangMa
+ Lha Papi gak sama kamu tah Dik ?
- Enggak, Papi di gang lain
+ Kok enggak sama mama saja ?
- Mama jahat
+ Lho gak boleh gitu, mama kan yang ngelahirin kamu. Kenapa kok jahat ?
- Iya… aku dimarahi Mama
+ Kenapa dimarahi ?
- HPnya Mama kecebur air
+ Tapi Mama kan tetap sayang, kemarin waktu ulang tahun, mama kan yang ngerayain ?
- Iya…

Sebuah dialog dengan seorang anak perempuan kecil di kisaran usia lima tahunan yang selalu murung dan kelihatan lesu di sekolahnya. Dua bersaudara perempuan semua, dia dan adiknya yang dipaksa berpisah karena perpisahan orang tuanya. Papinya, “katanya” ada wanita lain dan telah menikah lagi dan dia disuruh ikut papinya, namun pada kenyataannya, dalam keseharian dititipkan pada neneknya. Sedangkan si adik ikut mamanya. Anak kok dibagi ???

Sedih dan marah sekali hati ini mengetahui kisah itu, konflik yang terjadi pada orang tua selalu saja anak-anaknya yang menjadi korban. Anak kok dibagi ? Masih kecil-kecil dan tidak tahu apa-apa, namun aura marah dan benci dari kedua orang tuanya mulai meresap dalam jiwa mereka. Sang ayah sibuk dengan keluarga barunya tanpa menghiraukan anak yang dimintanya ikut dengan dirinya dengan menitipkannya kepada orang tuanya. Sedangkan sang ibu yang harus mandiri yang mungkin karena tingkat tegangan hidupnya yang tinggi, kadang melupakan kelembutan yang seharusnya dimiliki oleh seorang ibu untuk anak-anaknya. Barang bisa dibeli lagi, namun jiwa yang luka tak bisa begitu saja disembuhkan, apalagi menggoresnya saat masih belia usia.

Materi bisa diberikan kepada anak, namun yang lebih mereka butuhkan adalah cinta yang tulus dari kedua orangtuanya untuk mendasari mereka beranjak dewasa. Kalau sejak belia usia sudah terluka, mau jadi apa besarnya nanti ? Pasti hanya akan menuai masalah demi masalah tanpa ada solusi yang berarti, sebab bawah sadarnya penuh dengan luka, kekcewaan dan kemarahan yang akan dibawanya bertahun-tahun ke depan. Harus ada bimbingan dan arahan untuk merekonstruksi pemaknaan kembali atas apa yang mereka alami, agar semua itu tidak membebani kehidupam masa depan mereka.

---------------------

- Memang kalau belum waktunya ya gak akan mati…
+ Memangnya kenapa Pak ?
- Lha saya ini sudah pernah 3 kali dibacok orang, ini bekasnya
+ Sama siapa Pak ?
- Ya sama sama-sama pedagangnya, gara-gara nyenggol dagangannya dia
+ Masak gitu saja marah ?
- Ya.. namanya cari uang susah, emosi pasti tinggi, dagangan belum laku-laku mulai pagi ya begitu itu…
- Gara-gara uang seratus rupiah bisa bunuh orang
+ O...

Sebuah dialog dengan seorang pedagang keliling. Penjaja mainan anak-anak, mainan anak rakyat kecil, bukan mainan anak rakyat elit.

Jamannya memang semakin sulit, persaingan hidup begitu tingginya, beras mahal, makan sehari 3 kali saja berat memenuhinya. Itulah yang sering membuat orang stress, gampang marah, apalagi di jalanan, mudah sekali orang melampiaskan amarahnya untuk hal-hal yang semestinya bukan prinsip.

---------------------

- Si A itu lho begini-begini….
+ Oh…
/ Si B kok gak ikut ?
+ Lha gak diajak ya gak ikut
\ Si C itu sukanya begitu…
+ Ya ndak apa-apa to ? Dulu waktu muda saya juga begitu… sekarang aja dah tua

Dan sebagainya...

Sebuah dialog dengan tetangga sekitar rumah, yang arahnya sering memancing membicarakan “kekurangan” orang lain menurut persepsi mereka. Pada kurang kerjaan kali ya ???

Orang bilang bahwa tetangga adalah saudara yang terdekat, namun demikian saya kira masing-masing kita harus punya pilihan sejak awal yang tentu saja harus berdasar tentang interaksi yang bagaimana yang kita terapkan pada tetangga-tetangga kita. Masing-masing keluarga punya privasi sendiri-sendiri dan itu tidak boleh dilanggar oleh orang lain karena itu termasuk bagian kehormatan keluarga. Kalau toh ada tetangga yang dianggap “aneh” saya kira tidak ada perlunya membicarakannya ke sana ke mari, cukuplah kita terima sebagai sebuah kewajaran. Selama kita tidak dirugikan secara langsung, selama tidak mengganggu ketertiban dan kenyaman masyarakat sekitar, ya sudahlah. Toh kita sendiri pasti juga mempunyai kekurangan yang mungkin dipandang negatif oleh orang lain.

Bergaul atau bersosialisai dengan tetangga memang menjadi sebuah keharusan, karena kita adalah makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup sendirian. Namun yang perlu digarisbawahi adalah, apakah dalam interaksi itu ada nilai-nilai yang semakin menguatkan kebaikan kita, ataukah kita malah terseret atau terdegradasi karenanya ? Kalau cuma sekedar omong kosong belaka apalah gunanya ? Kalau Cuma sekedar gurauan tanpa hikmah apalah gunanya ? Kalau cuma sekedar pelarian dari rasa bosan menemani keluarga di rumah apalah artinya ? Kalau hanya sekedar memakan bangkai saudaranya sendiri (bergunjing) apalah gunanya ? Kalau hanya mempermasalahkan sesuatu yang sebenarnya tidak prinsip apalah gunanya ?

Setiap orang dan tentunya setiap keluarga pasti memiliki perbedaan latar belakang agama, budaya, sosial, ekonomi, pendidikan, karakter dan sebagainya. Dalam membina lingkungan, semua itu tidak harus sama dan memang tidak boleh disamakan, namun harus dimusyawarahkan penataannya bagaimana agar selamat dan saling menyelamatkan [parameter seorang muslim], selamat fisiknya, selamat pula phsikisnya dan selamat pula akidahnya. Di samping itu juga harus ada jaminan keamanan harta, martabat dan jiwa [parameter seorang mukmin]. Itu.

---------------------











Share this article :
Comments
5 Comments

5 komentar:

  1. posting terbaik yang saya baca hari ini :) izin share pak bagus :)

    ReplyDelete
  2. @damonYa... monggo semoga ada manfaatnya.

    ReplyDelete
  3. pak! ijin kulo copy paste nggih ..... :)

    ReplyDelete
  4. @AnonymousInggih monggo... semua yang ada di sini sudah saya relakan, semoga ada manfaatnya

    ReplyDelete

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger