Home » , , » BoNEK

BoNEK

Written By BAGUS herwindro on Mar 3, 2012 | March 03, 2012

Bagi saya BISMILLAH itu sebuah kalimat yang menguatkan. Saya tidak memahami hakikinya BISMILLAH itu apa, tetapi bagi saya BISMILLAH itu sebuah kalimat singkat, sederhana namun powerfull.

BISMILLAH merupakan awal kebaikan, awal ketakberdayaan, awal keberserahan dan sekaligus awal keberdayaan diri.

Mereka yang memahami cara kerja pikiran, mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan pikiran dan terbiasa mengeksplorasinya, biasanya mempunyai metode untuk menguatkan diri sendiri dengan sugesti yang merujuk pada situasi tertentu yang telah diseting sebelumnya. Jadi untuk menuju ke situasi yang menguatkan itu, seperti menekan tombol ON untuk mengaktifkannya, baik dengan suatu kalimat atau suatu sikap tertentu. Bagus memang, bisa memberdayakan diri sendiri, namun bisa jadi hal itu akan semakin menguatkan ego, kira-kira begitu, mohon maaf kalau tidak tepat.

Bagi saya, awal pemberdayaan diri adalah pada saat mengenal kekurangan diri serta mengetahui kelemahan diri. Sebab karena tahu kekurangan dan kelemahan dirinya sendiri itulah, seseorang akan berusaha mengupgrade dirinya agar yang kurang bisa bertambah baik dan yang lemah bisa bertambah kuat. Manusia itu ciptaannya Gusti Allah yang terbaik, untuk menjalani takdir kehidupannya sudah dibekali dengan segala perangkat yang ada dalam diri manusia, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Tinggal bagaimana manusia itu sendiri yang mau atau tidak untuk mengeksplorasinya. Kalau mau, niscaya manusia akan serba bisa karena potensinya memang sangat luar biasa. Namun sehebat-hebatnya potensi manusia yang bisa dieksplor, manusia tetaplah lemah tak berdaya, sebab segala yang ada dalam dirinya – adanya bukan karena diadakan oleh dirinya sendiri – namun adanya karena diadakan oleh Gusti Allah. Itu yang harus disadari dan itulah mulanya.

Saya sendiri, sebagaimana kenyataan yang ada, tak lebih dari kebanyakan orang pada umumnya. Bukan termasuk orang yang hidup dalam kelimpahan materi, bukan pula termasuk orang yang hidup dalam gelimang kekuasaan dan tak juga termasuk orang yang memiliki banyak kelebihan dalam hal-hal tertentu dibanding orang lain. Alhamdulillah, di usia yang sudah kesekian ini, semua ternyata bisa saya lampaui. Orang Surabaya bilang BoNEK. Bonek itu modal saya. Bondho nekad, bondho itu modal, nekad itu kata kerja dari tekad. Tekadnya ya itu, BISMILLAH.

Lagi susah ya bismillah, lagi ndak punya uang ya bismillah, lagi sakit ya bismillah, lagi ada halangan ya bismillah, belum bisa bayar hutang ya bismillah [he… he… he… yang terakhir ini jangan ditiru], wis pokok’e BISMILLAH. BISMILLAH itu membesarkan hati saya, meluaskan jiwa saya, menenteramkan perasaan saya, membeningkan pikiran saya dan tentunya semua itu akan berdampak melipatgandakan kekuatan saya.

BISMILLAH merupakan awal kebaikan. Katanya orang Jawa, urip mung gawé bêcik, hidup itu untuk berbuat kebaikan, maka tak ada kebaikan tanpa diawali dengan ucapan “bismillah”. Dengan membiasakan menyadarkan diri mengucapkan “bismillah” untuk mengawali kebaikan, berarti menautkan diri kepada Sumber Kebaikan yang sejati yaitu Gusti Allah dan semoga dengan itu pula Gusti Allah mengarahkan hati kita agar dimampukan mempersembahkan perbuatan baik itu kepada Gusti Allah, bukan atas dasar yang lain. Semoga dipahamkan pula kesadaran kita, bahwa atas anugerahNYAlah kita tergerak untuk berbuat baik, bukan semata-mata karena inisiatif kita sendiri. Itulah awalnya, sehingga…

BISMILLAH merupakan awal ketakberdayaan. Sebab apa pun kebaikan yang akan kita lakukan tak mungkin terlontar pada gerak hati kita tanpa ada hidayahNYA yang mengawali, apa pun kebaikan yang kita lakukan – modal awalnya semua dari Gusti Allah baik yang ada di dalam diri kita maupun yang ada di luar diri kita. Maka dengan “bismillah” semoga disadarkan untuk mengNOLkan diri agar jauh dari bangga dan takabur, semoga pula disadarkan bahwa karena semua modal dari Gusti Allah maka motivasi kita adalah untuk mempersembahkan dan melayani Gusti Allah, sehingga pula…

BISMILLAH merupakan awal keberserahan. Sebab saat “bismillah” dan termotivasi mempersembahkan dan melayani Gusti Allah, berarti orientasinya adalah pada proses bukan pada hasil, berarti pula berserah terhadap hasilnya apa pun itu. Tidak takut gagal, tidak takut ditolak, tidak takut tidak mendapatkan laba dan sebagainya. Yang utama adalah mengerjakan setiap detail proses dengan sebaik-baiknya secara optimal sesuai kemampuan diri kita masing-masing dan itu bermakna juga sebagai bentuk syukur kita, maka…

BISMILLAH merupakan awal keberdayaan diri. Sebab dengan berorientasi pada proses, biasanya seseorang akan tergerak untuk lebih cepat, tepat dan hemat. Itu berarti seseorang akan tergerak pula untuk lebih melejitkan batas maksimal kemampuan dirinya dengan membuka pikirannya terhadap hal-hal baru yang belum diketahuinya, memperluas wawasan keilmuannya dan tentunya memperdalam keterampilan yang sudah dikuasainya. Dengan “bismillah” seseorang bisa menjadi yakin, tidak semata bahwa yakin bahwa dirinya mampu, melainkan yakin bahwa Gusti Allah pasti memberikan kemampuan lebih, sehingga sesulit, seberat dan serumit apapun akan menjadi mudah, ringan dan sederhana.


----------------

Ini mungkin soal lain. Jalan itu tak semuanya dan tak selamanya mulus. Kadang rata dan halus, tetapi tak jarang pula berlubang-lubang tak karuan. Kadang datar, tetapi sering pula menanjak tajam atau bahkam menurun curam. Kadang lurus, tetapi banyak pula yang menikung tajam dan berkelok-kelok. Untuk itulah, kendaran bermotor selalu dilengkapi dengan shockbreaker atau peredam kejut atau pegas atau singkatnya per, agar hentakan-hentakan kala menanjak, menurun, berbelok dan begeronjal tak begitu terasa.

Demikian pula seharusnya dengan diri kita. Kita harus mempunyai “suatu pegas/per” yang bersifat internal dalam diri kita untuk meredam kejutan-kejutan yang harus kita lalui sepanjang jalan kehidupan. Itu bisa berupa apa saja, bisa berupa humor atau gurauan hikmah yang menyegarkan jiwa ataupun bisa berupa kata/ungkapan/falsafah ringan namun bermakna mendalam yang bersumber pada ajaran agama yang mengakar sehingga menguatkan jiwa kita. Humor yang menertawakan diri kita sendiri itu sungguh obat yang mujarab mengatasi kesedihan. Kalimat-kalimat singkat seperti ungkapan “Gusti Allah ora sare” atau “urip mung mampir ngombe” atau yang lainnya yang kita pahami dan sadari merupkan vitamin yang sangat menguatkan jiwa. Jadi motivasi itu sebenarnya harus dari dalam diri kita sendiri, tidak perlu motivator. Apa iya, untuk berbuat baik saja perlu dimotivasi oleh orang lain ? Bayar lagi. He… he… he…

Jiwa yang rapuh, mudah dihancurkan. Jiwa yang keras, mudah dipatahkan. Namun jiwa yang lentur, tak mudah dihancurkan dan tak mudah pula dipatahkan, ia akan menerima segala sesuatu yang menumbuk dirinya tanpa melukai dirinya sendiri bahkan membalikkannya dengan kekuatan yang berlipat ganda.

Jadi ingat suatu kejadian dari banyak peristiwa lain yang telah lampau yang sejenis penuh ketakterdugaan, yang semoga saja bisa membangkitkan rasa syukur saya kepada Gusti Allah. Ini penting, jangan mengingat masa lampau kalau hanya untuk disesali dan dikorek lukanya kembali, tapi ingatlah masa lampau kalau itu menyebabkan bangkitnya rasa syukur kita kepadaNya.

Kalau tidak salah saat itu tahun 1996, posisi kerja sedang off karena tidak ada kelas, kalau uang ya ada namun tak lebih dari sepuluh ribu rupiah. Sempat susah juga waktu itu, tapi seperti biasa, saya sadar-sadarkan untuk tenang, santai, “bismillah – opo jare” / apa kata nantilah. Dengan itu saya rasanya dimampukan untuk pasrah. Tiba-tiba saja ada telpon berdering dari seseorang yang menadapatkan nomor saya dari seorang teman. Dia seorang mahasiswa yang kuliah di Australia, sedang liburan tapi dapat tugas yang harus dikirimkan via email ke dosennya, minta les privat. Tugas aplikasi Excel : What-If analysis, scenario manager dan goal seek; aplikasi Word : membuat template.

Kalau excelnya sih bisa, makanan sehari-hari soalnya, tapi materi yang diminta itu yang masalah bagi saya, belum pernah pakai soalnya. Namun saat dia menanyakan kesanggupan saya, saya sebagaimana biasanya [meskipun belum punya ilmu tentang itu] selalu menjawab BISA. Jawab bisa dulu, belajarnya belakangan, yang penting bila saatnya tiba saya sudah siap. Sudah BISMILLAH saja, berangkat ke Gramedia, cari referensi buku yang sesuai. Ketemu, harganya lebih dari dua puluh ribu. Ha… ha… ha… kasihan banget, sambil baca buku, tengok kiri kanan berharap ada seorang kenalan yang ada disitu, kalau boleh mau pinjam uang buat beli itu buku. Sayangnya gak ada. Terpaksa, 2 jam berdiri baca buku hingga tuntas, mengerahkan kepekaan pemahaman dan daya ingat. Selesai. Pulang ke rumah, mencoba menuangkan kembali pemahaman tadi dalam bentuk tutorial singkat plus contoh kasusnya. Selesai dan siap berangkat sesuai perjanjian.

Saat bertemu dengan siswa les privat saya, yang penting penampilan saya harus meyakinkan tidak boleh terlihat grogi, harus percaya diri. Selesailah sudah dua jam yang menegangkan, semua permintaan materi saya ajarkan dengan cukup baik hingga dia memahaminya. Tegang tapi tetap santai. He… he… he… seratus ribu untuk dua jam mengajar kala itu.

Kisah yang lain masih banyak.

|  MengUCAP nama TUHAN di perMULAan situasi, kondisi, aktivitas, ruang dan waktu, merupakan AWAL keBAIKan, AWAL keTAKberDAYAan, AWAL keberSERAHan dan sekaligus AWAL pemberDAYAan DIRI, sebab memperTAUTkan DIRI pada sumber yang sejati.  |  BISMILLAH, besarkan hati lintasi segala situasi, kuatkan tekad menggapai rahmat, luaskan ilmu kaliskan semua halangan semu dan sulutlah bahagia untuk wujudnya asa.  |

Kira-kira begitu.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger