Home » » MenDENGAR

MenDENGAR

Written By BAGUS herwindro on Dec 6, 2011 | December 06, 2011

BerBICARA itu hal yang mudah. Semua orang mau kalau hanya untuk berbicara, sebab berbicara merupakan salah satu pengejawantahan diri atau salah satu cara mengekspresikan keberaADAan DIRI. Yang sulit itu adalah mengendalikan apa yang dibicarakan, dalam arti setiap kata yang diucapkan disertai kesadaran atau malah sebaliknya, penuh kelalaian.

Siapapun yang berBICARA dengan keSADARan, biasanya ucapannya jauh dari sia-sia, candanya selalu terselip hikmah, nasihatnya tak pernah menggurui, sapanya menyejukkan hati dan marahnya sekalipun berlandaskan cinta.

NAMUN, berBICARA dengan keLALAIan, biasanya hanya minta diperhatikan saja. Merasa penting, merasa lebih, merasa hebat dan merasa superior di hal-hal lain, sehingga tidak merasa nyaman saat ada orang lain yang lebih baik dibandingkan dengan dirinya yang tentu saja sesuai persepsi subyektif dari sudut pandang dirinya sendiri. Yang berkebalikan dari itu pun sama, mungkin tidak terima kalau ada yang lebih menderita, lebih sengsara dan lebih hancur bila dibandingkan dengan dirinya.

Itu berBICARA.

MenDENGAR itu memerlukan kesabaran apalagi bila meDENGARnya dengan keSADARan, sebab saat bersedia mendengar berarti saat itu pula juga bersedia bersabar menahan diri untuk tidak berbicara. Mungkin menDENGAR itu derajadnya lebih tinggi bila dibandingkan berBICARA, sebab unsur menahan dirinya lebih besar. Unsur menahan diri tersebut akan lebih tinggi lagi intensitasnya saat kita menDENGAR suara di kedalam hati kita sendiri, sebab kita harus menDIAMkan pikiran kita, mengACUHkan hawa nafsu kita dan menTIADAkan diri kita sendiri.

-----------------

Dari teman seperjalanan kemarin, aku lebih banyak mendengarkan apa yang ia ucapkan, menampung apa yang ia katakan dan menelaah apa yang ia sampaikan sambil mengais hikmah dari apa yang ia bicarakan. Bukan karena aku bisa bersabar mendengarnya atau karena sedang sadar hingga tak banyak bicara, tak juga sedang menahan diri untuk berkata, bukan itu, melainkan sebab aku sedang mengantuk…..

Di antaranya :

FASTABIQUL KHOIROT

Karena mereka manusia yang berbuat kebaikan, memfasilitasi kebaikan dan tentunya sedang berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan apa pun itu bentuknya yang dapat mengantarkan diri untuk lebih dekat kepada Tuhan, maka tak usah mencela, tak usah merendahkan, tak usah pula mengunggulkan diri sendiri. Bersedialah untuk selalu mengapresiasi dan mejalin silaturahim.

TAK ADA ILMU, TAK MENYAMAI AKHLAQ

Berbeda pendapat itu hal yang biasa bahkan sampai pada tingkat yang sedemikian ekstremnya sekalipun, sebab masing-masing mempunyai dasar. Seperti kemarin-kemarin atau mungkin nanti kalau terjadi lagi, bahwa kalau di permukaan para kyai kita saling berbeda pandang terimalah sebagai sebuah kewajaran. Mereka marah pun tanpa amarah, sebab akhlaqnya terjaga. Jadi berbeda pendapat demikian kerasnya pun, insya Allah hatinya tak ada kebencian. Jadi jangan sampai santri salah satu kyai membenci kyai lain yang kelihatannya sedang berseteru. Malah jadi dosa, saat ada kebencian seperti itu, sedangkan yang kelihatannya berseteru malah tidak ada masalah. Sebab kita tak punya ilmunya, akhlaq pun tak seperti mereka.

PUTIH-PUTIHAN DARAH

Ah… jadi ingat tokoh Yudistira atau dikenal juga dengan nama Puntadewa, sang sulung dari lima bersaudara keluarga Pandawa, secara fisik darahnya memang putih, seorang tokoh yang tiada yang menyamai dalam dunia pewayangan [yang bisa jadi tokoh tersebut memang pernah hidup dan tinggal di pulau ini pada masa silam yang kemudian kisahnyanya ditulis oleh pujangga dari negeri India], menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan namun luar biasa sabarnya, begitu welas asih hingga tanpa memikirkan dirinya sendiri. Apa pun yang diminta kepadanya, pasti akan diberikan tanpa ragu dan tanpa merasa kehilangan.

Darahnya putih bisa jadi merupakan sebuah ungkapan untuk menyimbolkan karakter atau jiwa seseorang yang sama sekali tidak dikuasai oleh egonya sendiri. EGOnya, AKUnya, DIRInya telah lebur ke dalam EGO/AKU/DIRI yang sejati, yaitu Gusti Allah. Setia dan tegas terhadap kebenaran, namun tak ada kebencian dalam hatinya, penuh welas asih kepada siapa pun, kepada seluruh makhluk, bahkan kepada mereka yang memusuhinya sekali pun. Kalau toh dalam bersikap semua mempunyai dasar mempunyai nash, maka untuk mengujinya siapa yang lebih mendekati kebenaran yang hakiki adalah dengan putih-putihan darah, bukan merah-merahan darah. Semakin putih darahnya, insya Allah dialah yang ketempatan kebenaran yang hakiki. Itulah sang sufi sejati.

DIATURKAN WAKTUNYA

Kita biasanya, dengan alasan kesibukan, seakan-akan kehabisan waktu padahal sejatinya hanya ketakmampuan kita dalam mengatur waktu saja. Makanya ada satu tips agar waktu terasa longgar untuk segala aktivitas keseharian kita, yaitu sholat tepat waktu. Begitu adzan berkumandang, begitu kita laksanakan sholat, maka insya Allah waktu akan terasa longgar hingga semua kegiatan bisa kita laksanakan dengan baik.

Tetapi yang saya dengar ini lain hal. Beliau-beliau yang kamil mukammil itu waktunya diatur oleh Gusti Allah. Maksudnya ? Beliau-beliau itu sering tak terduga kepergiannya, sebab Gusti Allahlah yang langsung memerintahkan. Contoh sederhana, Beliau ada di sebuah majelis namun tiba-tiba saja pergi meninggalkan majelis itu tanpa ada yang tahu ke mana, itu hal yang biasa, sebab waktunya memang diatur oleh Gusti Allah, sehingga begitu ada perintah ya langsung terlaksana. Kira-kita begitu pemahaman saya.


Mungkin itu beberapa di antara hasil saya mendengar. Semoga ada manfaatnya.
Share this article :
Comments
4 Comments

4 komentar:

  1. Mas, bagus ... mau nanya ? dulu pas pertama kali njenengan nulis2 di blog ini tu karena ?
    1. Ada yg menyuruh (guru ne) mas bagus?
    2. Krentek e ati ne (inisiatip) dw?
    3. Atau ikhlas (he he he) ...

    salam, mas ...

    ReplyDelete
  2. Mas genDut yang semoga selalau diparingi pengayomanipun Gusti Allah...

    Kalau ikhlas, sepertinya tidak... masih jauh dari itu.

    Disuruh guru juga tidak, sebab tidak ada perintah langsung.

    Aku nulis dulu sebenarnya untuk diriku sendiri, sebagai penanda perjalanan. Kalau toh akhirnya ada yang baca ya itu efek samping, sebab kalau sudah dipublish tak bisa dihindari untuk tidak bisa diakses publik. Hanya memang ada kisah tersendiri dalam proses menulisnya.

    Maka mohon maklum kalau memang ada banyak salahnya, sebab dasarnya adalah kira-kira, he... he... he...

    ReplyDelete
  3. Mas genDut yang semoga selalau diparingi pengayomanipun Gusti Allah... <~ Alchamdulillah (ngalem gusti Allah) etok donga gratisan ...

    *kabur (he he he) ... <~ mlayu bar didongani .

    mboten kok Mas, sy termasuk pembaca setia blog Panjenengan (nYuwun izine mawon nggih) ... <~ udah lama mbaca tapi kok nggak kulonuwun (padahal lewat sini sy banyak dapat tambahan iLmu), meskipun cuma baru bisa mbaca <~ he he he, (kapan kuat ngamalne yo)?

    buat temen-temen yg mbaca tulisan saya monggo sami-sami ndongake mugi2 blog ini dipun tambah paringi Barokah ipun mawon ... <~ nek aku sg ngamini dewe, Leh mandi (terkabul) suwene poL .....

    peace . .. . . .. . .

    ReplyDelete

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger