Home » » KuRINDUkan senyummu…

KuRINDUkan senyummu…

Written By BAGUS herwindro on Aug 17, 2011 | August 17, 2011

Di sebuah perempatan jalan di Surabaya timur, di tepi halaman sebuah rumah makan Padang yang tersohor, tampak selalu sebuah becak yang diatasnya terdapat berbagai perkakas di dalamnya yang agaknya adalah harta milik sang pemilik becak itu. Seorang bapak, seorang ibu dan 3 anak balita. Setiap hari mereka hidup di jalanan, dengan gagang kayu kecil yang di ujungnya dipaku beberapa lembar tutup botol, mereka mendatangi mobil demi mobil untuk mengharap belas kasihan. Beberapa buah surat kabar mereka jajakan. Sementara bapak ibu mereka dengan kompor yang mereka punyai di atas becaknya, mencoba mengais rejeki dengan menerima pesanan teh atau kopi dari mereka yang juga mengais rejeki dari jalanan, pedagang asongan, pasukan kuning dan sebagainya. Anak kecil-kecil itu kelihatan kumal dengan baju yang apa adanya, kulitnya melegam hitam dibakar teriknya matahari dan rambut mereka kemerahan karena terpanggang tanpa penutup kepala. Walau demikian mereka tetap ceria berlarian ke sana kemari sambil ‘bekerja’. Dunia mereka, wajah kita semua, wajah bangsa ini. Yang lebih parah, banyak !!! Di sudut-sudut perkotaan, di pelosok-pelosok perdesaan dan di lekuk-lekuk pergunungan dan tentu saja di tepi perbatasan negeri ini dengan negeri tetangga. Menyedihkan, memprihatinkan dan hanya itu yang bisa kuucap, sebab memperjuangkan hidupku sendiri pun berat.

Sementara di pusat kekuasaan sana, mungkin sama sekali tak pernah terpikirkan kondisi yang menyedihkan dan memprihatinkan seperti itu. Tiap hari mereka hanya bersibuk ria dengan intrik-intrik politik, bergulat ria dengan taktik dan strategi menjatuhkan lawan politik, berrias wajah dengan bedak tebal kesucian serta kebenaran, berkeluh kesah dengan minimnya anggaran dan fasilitas dan yang pasti berpesta pora dengan kubangan dana yang tak ada batasnya namun selalu ada dasar hukumnya.

Dulu ada sebuah acara televisi yang digagas oleh Helmy Yahya, kalau tidak salah “uang kaget”. Ada satu episode yang sangat menarik sebagai cermin bangsa ini, kebetulan yang mendapatkan itu seorang veteran perang yang kondisinya sangat memprihatinkan dan memang kebanyakan seperti itu. Mereka yang ikut memperjuangkan kemerdekaan negeri ini tanpa pamrih, hidupnya terlunta-lunta. Mereka yang mendapatkan pengakuan sebagai veteran saja seperti itu, apalagi mereka yang tidak/belum mendapatkan pengakuan sebagai veteran. Nah, dalam acara itu si Bapak veteran ini saat memperoleh “rejeki” itu benar-benar bersikap secara spontan sebagai pejuang sejati. Dia memerlukan melaporkan apa yang diterimanya kepada pimpinannya yang tinggal di asrama dan apa yang diperoleh tidak ada niatan untuk mengambilnya sendiri, tetapi Beliau bagikan kepada teman-temannya sesama veteran di mana dia tinggal. Salut !!!

Bandingkan saat ini, mereka yang tidak pernah ikut memperjuangkan tetapi memegang tampuk pimpinan negeri ini, kalau bisa mungkin seisi negeri ini akan ditelannya. Demikian parahnya, seluruh intansi, semua institusi dan semua lembaga Negara saling memanfaatkan kesempatan yang mereka punyai. Kaus-kasus besar yang banyak menyita perhatian publik pada akhirnya diam-diam tidak ada kabar beritanya. Rakyat negeri ini digiring dari satu isu ke isu lain, rakyat negeri ini dipendekkan daya ingatnya hingga mungkin akhirnya apatis. Yang kaya semakin kaya sebab tanpa akhlaq, modal yang mereka punyai bisa untuk apa saja, mengeruk apa saja yang bisa dikeruk. Pendidikan dikomersialkan, kesehatan dikomersialkan bahkan agama pun sudah beorientasi laba. Sedang yang miskin semakin miskin, sebab memenuhi kebutuhan dasar, pangannya saja susah, apalagi untuk pendidikan. Tanpa pendidikan yang cukup mana mungkin mereka mampu bersaing untuk mengentaskan diri mereka sendiri.

Tetap ya sudahlah… mungkin memang harus seperti itu, sebab saat ini rasanya tak ada seorang pun tokoh yang mampu memberesi urusan Indonesia ini, tidak ada yang bisa. Mualai dari mana dan harus seperti apa, pasti buntu walaupun seluruh tokoh Indonesia dikumpulkan walau pun itu tak mungkin. Dipikir secara akal sudah tidak mungkin, pemimpinnya kacau, pemerintahannya amburadul, masyarakatnya pun ngawur. Jangankan akhlaq yang bersumber dari ajaran agama, bahkan moralitas yang bersumber dari budaya bangsa pun sudah mulai dan sangat terkikis. Konsumerisme ditanamkan sedemikian rupa, budaya instanpun sudah mulai mengakar. Bahkan beragama pun kalau bisa instan, tidak usah belajar dari awal, tidak usah melakukan riyadhoh atau displin spiritual, tidak usah mempelajari kearifan masa lalu, dengan alasan pemurnian Islam, yang penting ada label islaminya sehingga akhirnya Islam menjadi merek dagang baru. Islam yang kering, Islam yang garang dan mengerikan.

Hanya tinggal menunggu satu jalan keluar dari carut marutnya negeri ini yaitu Qudrah Allah entah itu yang keras atau yang lembut. Sudah itu saja, tinggal menunggu waktu.

Wahai pemimpin, masihkan engkau bisa tersenyum saat mempertanggungjawabkan kepemimpinanmu ?

Surabaya, 17 Agustus 2011
09.45 WIB

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger