Home » , » Catatan tentang Khususiyah 19.11.2010

Catatan tentang Khususiyah 19.11.2010

Written By BAGUS herwindro on Jan 3, 2011 | January 03, 2011



Sebagaimana
biasa, saat itu setelah khususiyah Kang Wasi’ memberikan sedikit wejangan tentang haul yang akan dilaksanakan bulan depannya. Kang Wasi’ mengatakan masih ada waktu sekitar dua puluh hari sebelum pelaksanaan Haul PETA tanggal 12 Desember 2010, karena itu bagi yang belum riyadoh puasa segera melaksanakannya. Disarankan bahwa waktu yang masih dua puluh hari itu bisa digunakan untuk puasa Syadziliyah sepuluh hari dan yang sepuluh hari untuk puasa Baladiyah.

Yang saya dengar dari sedulur-sedulur jama’ah khususiyah, jarang yang mendapat ijazah Baladiyah dan mereka bilang kalau ada perintah riyadoh Baladiyah biasanya ada sesuatu yang agak gawat entah apa itu. Tetapi Alhamdulillah kata mereka karena tidak mendapat ijazah Baladiyah, panjang soalnya hizbnya.

Seingat saya, Kang Wasi’ juga menceritakan tentang dirinya yang dulu pernah ‘dipoyoki’ Yai bahwa Kang Wasi’ itu tidak punya apa-apa, istri tidak punya, anak juga tidak punya. Ini yang sempat membuat Kang Wasi’ agak ‘nelangsa’, karena memang Kang Wasi’ sejak dari pondok yang sebelumnya ya langsung diutus ke PETA. Tetapi Yai juga pernah dawuh, “Si’ kowe suk mapan-mapan dewe.”. Alhamdulillah, sekarang insya Allah memnag sudah seperti itu.

Bagi saya, sejak dulu sosok Kang Wasi’ memang luar biasa [maaf Kang saya rasani]. Saya pertama kali kenal Beliau tatkala pertama kali sowan ke PETA tahun 2004 lalu. Seiring perjalanan waktu, di balik kesederhanaannya saya merasa bahwa Kang Wasi’ itu sosok murid yang sesungguhnya yang tidak semua orang bisa melakukannya, keistiqomahannya mengabdi pada guru, berkhidmah pada guru dan seratus persen pasrah terhadap apa yang diperintahkan guru. Ibarat mayit yang siap diapakan saja oleh yang memandikan tanpa protes. He..he.. juga karena betah banget kalau khususiyah. Makanya sejak dulu pun saya selalu mencium tangan Beliau kalau ada kesempatan bertemu.

Satu pesan yang disampaikan Kang Wasi’ yang saya ingat adalah bahwa sebisa mungkin mengetrapkan thoriqohnya dengan baik, ibadah sing apik – nyambut gawe sing sregep, ibadah yang baik dan bekerja yang giat.

Pesan terakhir inilah yang berat banget buatku sampai, menulis catatan ini pun masih berat, sebab memang berat dan belum bisa melaksanakan.

Ibadah saja selalu milih yang paling sedikit dari segi kuantitas, belum lagi kalau dinilai dari segi kualitas, tetapi keinginan, yang diminta sama Allah luar biasa banyak gak habis-habis ??? Apa mungkin doa-doaku, keinginan dan harapanku bisa diijabah gusti Allah ?

Bukankan salah satu prasyarat gusti Allah itu akan menambah nikmat yang telah diberikan adalah dengan mensyukuri yang telah ada ? Lalu di mana letak syukurku ? Kanjeng Nabi Muhammad saja saat ditanya sahabat tentang ibadahnya yang luar biasa padahal Beliau sudah dijamin surga oleh Allah, malah balik bertanya apakah tidak bahagia bila disebut Allah sebagai hamba yang bersyukur.

Maka semestinya kuantitas dan kualitas ibadah itu berbanding lurus dengan rasa syukur. Semakin seorang hamba merasa bersyukur, maka semestinya ibadahnya pun semakin berlipat, bukannya malah menjadi beban. Lha diriku ?

Kalau ibadahku masih menjadi bebanku. Maka tidaklah mungkin ibadahku bisa membentuk karakter / kepribadianku menjadi pribadi yang ikhlas, ridho, sabar, syukur, tawadhu’ dan seterusnya.

Kalau diriku belum memiliki karakter spiritual, maka hampir bisa dipastikan dalam pekerjaan yang menjadi sarana menjemput rejekinya gusti Allah pun akan belum bisa optimal juga, pasti menjadi beban, sebab orientasiku pasti pada hasil bukan pada proses sehingga akan banyak keluh kesah serta ketidakpuasan dan juga akan timbul banyak masalah. Padahal selama ini yang diajarkan, sebagaimana al hikam bahwa yang harus kita seriusi adalah apa yang dituntut oleh Allah bukan apa yang sudah dijamin oleh Allah.

Maka semestinya, diriku harus fokus pada proses agar dengan proses itu aku memiliki kepantasan untuk menerima hasil sebagimana yang kuharapkan. Ikhtiar lebih afdhol dibandingkan dengan hasil ikhtiar.

::: Segala sesuatu itu perlu proses, ada proses dan memang harus berproses sebagaimana angka yang harus diawali dari satu. Maka PROSES merupakan pengejawantahan keSABARan, keTEGUHan, keISTIQOMAHan, keYAKINan, sekaligus keBERSERAHan dalam meNIKMATi irama kehidupan yang tak pernah sama dalam setiap masa yang terlalui, kini hingga nanti. :::

Mungkin kesimpulannya adalah bila kita bisa fokus pada proses / ikhtiar kerja kita dan bisa menikmatinya, maka semestinya hati ini penuh dengan rasa syukur yang semestinya juga rasa syukur itu terwujud dalam peningkatan kuantitas serta kualitas ibadah dengan lebih baik. Bila hal itu yang kita lakukan maka insya Allah rejeki yang kita akan semakin ditambahi oleh Allah sebab wadah syukurnya sudah siap menampung. Itulah sebenarnya PR-ku. Mudah-mudahan dimudahkan.

Ngibadah sing apik, nyambut gawe sing sregep, mengko mapan dewe.

Semoga ada manfaatnya. Mohon maaf untuk khususiyah 17 Desember 2010, saya tidak menulis catatannya sebab memang Kang Wasi’ tidak memberikan wejangan.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger