Home » » Serahkan pada ahlinya ...

Serahkan pada ahlinya ...

Written By BAGUS herwindro on Dec 29, 2010 | December 29, 2010

Benarlah bahwa segala urusan itu yang terbaik adalah diserahkan pada ahlinya masing-masing, sebab banyak orang yang banyak tahu tentang banyak hal tetapi tidak banyak mendalami banyak hal yang ia tahu tersebut. Maka, hidup ini ternyata salah satunya adalah untuk saling melengkapi satu sama lain. Mungkin ada orang lain yang menganggap kita hebat karena beberapa hal yang ada pada diri kita, padahal kita menganggapnya biasa saja. Sebaliknya demikian juga orang lain, kita kagum padanya karena kelebihan yang dimilikinya, tetapi bagi dia biasa saja. Seperti itulah kondisinya.

Bermula dari sepatu yang satu-satunya kumiliki untuk bekerja yang menurut istriku sudah tak pantas dipakai [padahal aku ora isin, sing isin sing nyawang, ha… ha… ha…], maka ‘terpaksa’ bulan Agustus lalu beli sepatu baru untuk keperluan kerja, pengerjaannya kelihatan rapi, halus, bagus, dengan model yang sederhana tapi elegan dan yang terpenting nyaman dipakai, sebanding dengan harga yang harus dibayar. Itu aku SUKA.

Belum tiga bulan dipakai, sepatu itu kok mulai terlepas solnya hingga membentuk ventilasi, dua-duanya lagi, tetapi sungguh bukan karena aku yang banyak tingkah he… he… tetapi memang cara ngelemnya yang asal nempel saja atau bahkan mungkin kualitas lemnya yang kurang bagus. Maka karena segala sesuatu harus menjadikan diriku kreatif, maka kulem sendirilah sepatu itu, halah… ternyata gak bias rapi, lemnya njlebret kemana-mana, tapi lumayanlah, ventilasi yang terbentuk kini sudah tertutup.

Belum satu minggu, sepatu itu jebol lagi, kulem lagi, dipakai, jebol lagi. Ya sudahlah, nyerah, serahkan pada ahlinya, harus dijahit itu. Minggu pagi tanggal 5 Desember 2010 sewaktu ke luar rumah mencari suatu keperluan, di seberang jalan UPN Rungkut terlihat banner bertulis : Ahli Tas dan Sepatu. Nah ini nih ahlinya. Maka selepas dhuhur, sekalian berangkat untuk kulak parfum, mampirlah aku ke tempat itu tadi.

Seorang Bapak yang belum terlalu tua, mungkin usianya sedikit di atasku menurut perkiraanku [sebab wajahku lebih muda dari usiaku he… he… he…], dengan banner yang dipasang di atas sepeda motor tuanya yang bagian belakanya diberi tambahan semacam rombong untuk menyimpan peralatan kerjanya, sedang asyik mereparasi sepasang sepatu olah raga warna hitam. Kusodorkan sepatuku untuk dilihatnya. Sejenak setelah diperiksanya, dia berujar, “Rolas ewu Mas.” [dua belas ribu mas]. Jawabku, “Nggih Pak digarap mawon.” [ya pak dikerjakan saja].

Setelah selesai dengan pekerjaan sebelumnya, giliran sepatuku yang dikerjakan [ternyata sepatu itu seperti bebek lho, mau antri, gak pakai protes, he… he… he…]. Dengan cekatannya dia membersihkan lem-lem hasil karyaku, kemudian mengoleskan lem di seluruh tepi sol sepatu untuk menutup lubang yang ada, berikutnya menggores bagian bawah sol untuk membuat jalan bersemayamnya benang jahit yang akan dimasukkan dan bagian terakhir mulailah dia menjahit sekeliling sepatu itu.

Sambil menunggu kerjaan selesai, kuamati lalu lalang orang di jalanan. Di sebelah Bapak ahli itu juga ada yang menawarkan jasa las karbit. Ah… ternyata siapa pun orangnya, asalakan mau menggerakkan tangan dan kaki untuk menjemput rejekinya gusti Allah, insya Allah pasti kebagian, sebab mereka mempunyai kepantasan menerima rejeki itu sebagaimana yang mereka usahakan. Doa yang terpanjatkan pun, misalnya Bapak ahli itu yang berdoa memohon ada pelanggan datang pasti tak akan terwujud tanpa adanya usaha memantaskan diri menerima karunia sebagaimana diminta dalam doa. Maka mungkin doa itu pun harus diwujudkan dalam ikhtiar memsang banner promosi sehingga ada kepantasan pelanggan untuk datang karena tahu bahwa si Bapak itu menyediakan jasa reparasi tas dan sepatu dari membaca apa yang terpampang di banner itu. Sebab diriku sendiri pun sering berdoa tapi lebih sering lagi tidak ber-adab dalam doaku, dalam arti tidak ada kesungguhan untuk mempersiapkan diri dalam ikhtiar yang terbaik yang bias kulakukan untuk menerima ijabah doa tersebut. Ah…. sungguh terlalu….. penyakit lagi tuh, harus dicarikan obatnya, he… he… he…

Akhirnya selesai juga, Alhamdulillah, dengan dua belas ribu, sepatu kelihatan keren lagi dan siap untuk dipakai.

Selesai urusan sepatu, perjalanan berlanjut untuk kulakan parfum mumpung ada pesanan, lumayan, untung sepuluh atau dua puluh ribu kan lumayan buat beli bensin, termasuk penghasilan tak terduga. [Parfum jualanku oke lho kualitasnya, beda dengan yang dijual orang milian itu. Daya tahan aromanya bias mencapai 6-8 jam. Gak percaya ? Order saja yang banyak. Saya member JANJI bukan BUKTI he… he… he… Sampai di TKP (tempat kulakan parfum) [jangan Tanya alamatnya, rahasia perusahaan, kalau tahu sendiri tempatnya kan bisa langsung ke sana] terlihat anak perempuan sang pemilik usaha itu sedang melayani pelanggan, tapi yang kuheran kenapa auranya terasa menyayat hati. Ternyata setelah kududuk di dekatnya tampaklah jelas kalau dia sedang menangis kadang terdengar pula omelan keluar dari bibirnya, sesuatu yang mestinya tidak boleh terjadi, saat bekerja bukankah seluruh permasalahan yang sedang dialami harus diparkir dulu ? Dia baru saja berbeda pendapat dengan papanya dan terlihat sangat sakit hati sekali hingga menagis dan mengomel.

Satu pelajaran yang mungkin juga pernah aku rasakan, bahwa anak perempuan akan sangat bersedih atau sakit hatinya bila dimarahi ayahnya, maka terhadap anak-anak perempuan kita dan juga yang laki-laki, mestinya kita bisa menjadi sahabat mereka bukan hanya menjadi sosok pemebri perintah, sosok polisi yang semprit sana semprit sini jika dirasa ada pelanggaran, sebab anak-anak pun punya keinginan untuk didengarkan, diperhatikan, disahabati dan dimuliakan.

Rumah tempat aku kulakan parfum itu terletak di perkampungan yang padat, di gang kecil yang hanya cukup untuk papasan dua speda motor dari arah berlawanan. Rumah itu terdiri dari dua lantai dan cukup tinggi sebab kira-kira naik sekitar satu meter dari posisi jalan depan rumah. Ruang tamu digunakan untuk menyimpan drum-drum parfum sekaligus tempat melayani pelanggan. Rata-rata yang datang memang pedagang parfum di samping ada juga perorangan yang membeli untuk dipakai sendiri. Rata-rata yang datang memang tahunya dari ‘mulut ke telinga’, sebab kualitasnya memang OTRE, harganya relative murah dibanding dengan yang lain dengan kualitas yang sama dan takarannya pasti PAS. Aku mengetahui kisahnya mulai dari awal perjuangannya memasarkan parfum dari produsen A, hingga saat ini dengan kualitas baik dari produsen yang lain yang kala itu ditemui langsung oleh principal pemegang merek itu dari Perancis beberapa tahun yang lampau sebelum membuka pabrik di Indonesia yang saat ini ada di daerah Cikarang Jawa Barat.

Sebuah pelajaran lagi, bahwa dalam perjuangan menjemput rejekinya gusti Allah itu ada yang diposisikan masih harus berjibaku mengenalkan keahliannya, mengenalkan jasa dan produknya, tetapi ada juga yang diposisikan diam di tempat dan pelangganlah yang datang. Semua itu perlu proses, ada proses dan memang harus berproses sebagaimana angka yang harus diawali oleh satu. Segala sesuatu yang cepat naiknya, maka akan cepat pula jatuhnya. Maka PROSES merupakan pengejawantahan keSABARan, keTEGUHan, keISTIQOMAHan, keYAKINan sekaligus keBERSERAHan dalam meNIKMATi irama kehidupan yang tak pernah sama dalam setiap masa yang terlalui, kini hingga nanti.

Selesai urusan parfum, perjalanan dilanjutkan untuk pulang ke rumah. Sambil berbagi menyambung rasa dengan sesama, belok dulu ke daerah Nginden Intan Raya, di depan pertokoan sana banyak pedagang kaki lima yang menunggu pembeli. Kebetulan yang kupilih adalah sepiring Lontong Balap Surabaya plus es JerMan. Di dalam sepiring lontong balap itu terlihat : lontong [terbuat dari beras], kecambah, lentho [terbuat dari biji kacang hijau yang tidak jadi, kedelai, tepung ketela pohon], petis [berbahan dasar udang] dan sambal. Sebagai pelengkap biasanya ditambah sate kerang.

Sambil makan terpikir olehku betapa jauhnya perjalanan semua bahan dasar dari makanan yang tersaji di piring dan minuman yang tersaji di gelas hingga sampai menjelma menjadi manusia saat masuk ke perutku. Dari kecambahnya saja, coba dihitung berapa jauh jarak yang ditempuh, berapa lama waktu yang diperlukan untuk berproses mulai dari biji hingga siap tersaji. Bahan dasar lainnya pun begitu. Lalu dari semua itu, berapa banyak orang yang menanganinya mulai awal hingga siap tersaji. Sungguh perjalanan panjang, penuh lika-liku dan betapa banyak orang yang telah berjasa padaku walau pun secara tidak langsung. Pernahkan setiap saat terpikir olehku berterima kasih kepada mereke melalui doa-doa yang kupanjatkan ? Sungguh betapa sering lalainya diriku untuk tidak memuliakan mereka, untuk tidak menghiraukan mereka, bahwa kita tak kan pernah bisa hidup tanpa orang lain.

::: Yang melupakan akan dilupakan. Saatnya menggali yang terpendam, mengumpulkan yang berserakan dan memunculkan yang tersembunyi. :::

Tempat mula semua itu berasal pada umumnya adalah dari DESA, takkan ada kota tanpa adanya desa, mau makan dari mana orang kota ?

::: Begitu alami, biasa dan sederhana. Itulah DESA. Namun dia begitu luar biasa dalam menyangga kehidupan kota yang sering pongah dan penuh sumpah serapah. :::

Yuk kita biasakan mengirimkan hadiah bacaan Fatihah kita kepada semua orangyang telah berjasa pada kita baik secara lansung maupun tidak langsung, sejak masa kelahiran kita sampai saat kematian kelak. Diniatkan saja begitu.

Ah… sudah dulu ah, capai ngetiknya.

Tapi kembali lagi ke soal sepatu. Tanggal 5 sepatuku ganteng lagi, tanggal 9 hari kamis, untuk kesekian kali sepatuku kembali hilang di rumah mertuaku. Saat pulang kerja, karena ada sesuatu yang perlu akau ke sana, kemudian pergi dengan memakai sandal, sepatu kutinggal di teras depan. Saat malam pulang dan akan pulang ke rumah ternyata sepatuku sudah raib, ya sudahlah ha…. ha…. [Kehilangan sepatu pertama saat smp karena tertinggal di kelas (sepatu olah raga), kehilangan sepatu kedua sampai kelima di masjid (sebagaimana pernah kuposting di sini) dan kali ini kehilangan sepatu yang keenam di rumah mertua. MANTAB]

Ternyata aku tidak boleh suka sama sepatuku, sebab kemarin itu aku benar-benar SUKA, hingga harus diHILANGkan. Kembali pakai sepatu yang lama, tiap hari kusemir, masih bisa dipakai, yang penting kan fungsinya, bukan tampilannya.

Yang ingin tahu, sepatuku nomor 40, jadi kalau ada yang mau mengirimi aku sepatu ya monggo… wkwkwkwk….. hanya seperti dulu sering tertulis di undangan pernikahan : Dengan tidak mengurangi rasa hormat, mohon hadiah berupa sepatu diberikan dalam bentuk TUNAI.

OTRE kan ?
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

IG
@bagusherwindro

Facebook
https://web.facebook.com/masden.bagus

Fanspage
https://web.facebook.com/BAGUSherwindro

Telegram
@BAGUSherwindro

TelegramChannel
@denBAGUSotre

 
Support : den BAGUS | BAGUS Otre | BAGUS Waelah
Copyright © 2013. den Bagus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger